Sebuah
bangsa dan negara tidak akan bisa berfungsi dengan baik tanpa adanya penduduk.
Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang
belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau
orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia diatas 65 tahun
juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia
15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Atas
dasar konsep ini dapat digambarkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung
pada penduduk usia kerja.
Dengan
besarnya jumlah penduduk yang sudah dianggap produktif maka seharusnya negara
Indonesia bisa menjadikan hal tersebut menjadi modal untuk pembangunan
nasional. Kenyataannya dengan besarnya jumlah penduduk yang ada saat ini dapat
menimbulkan dampak negative maupun positif. Salah satu dampak negative dengan
banyaknya jumlah penduduk di Indonesia saat ini adalah kurangnya ketahanan
pangan dimana kurangnya ketersediaan produksi pangan di dalam negeri sehingga
pemerintah harus meningkatkan impor bahan makanan dari luar negeri.
Tetapi
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan sumber daya alamnya.
Namun, kekayaan alam yang ada belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah
dan pemangku kepentingan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Jadi
jangan heran jika pemerintah seolah mengandalkan kebijakan impor di berbagai
komoditas di dalam negeri. Sebagai negara agraris, Indonesia menajalankan
kebijakan impor yang sebenarnya tersedia di dalam negeri. Sebagai contoh
pemerintah mengimpor bawang putih atau cabe merah secara besar-besaran dengan
alasan jika tidak dilakukan maka harga di pasaran akan melonjak tajam dan
masyarakat pun akan kesulitas mendapatkan pasokan karena produksi dalam negeri
tak mampu diandalkan untuk memenuhi konsumsi.
Kondisi Indonesia saat ini sangat tergantung
dengan impor. Ironisnya, pada tahun 1984 Indonesia dinyatakan mandiri dalam
memenuhi kebutuhkan dalam negeri atau mencapai swasembada pangan. Bahkan
Organisai Pangan Dunia (FAO) pada saat itu mengundang mantan presiden Soeharto
untuk menerima penghargaan dan menjadikannya lambang perkembangan pertanian
internasional yang merupakan salah satu prestasi yang pernah diraihnya di
kancah internasional.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan
kondisi ekonomi saat ini. Dimana pemerintah selalu mengandalkan pasokan luar
negeri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Saat ini pemerintah
menggunakan harga jual dengan besaran tertentu sebagai refrensi untuk impor sapi,
bawang merah, dan cabe merah keriting. Selain pada bahan konsumsi pangan,
Indonesia juga mengimpor BBM dan bahan-bahan tambang lainnya, padahal bahan
mentah untuk membuat BBM di Indonesia sangatlah melingmah. Hal ini menggantikan
sistem kuota sebagai dasar penentuan importasi sejumlah komoditas tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) heran dengan
kebijakan pangan yang dikeluarkan pemerintah. Terutama kebijakan membuka keran
impor bahan pangan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal, berdasarkan catatan pemerintah,
pasokan dalam negeri masih mencukupi kebutuhan untuk masyarakat. Contohnya saja
sapi potong. Anggota DPR Komisi VI Abdurrahman Abdulah mengungkapkan, Indonesia
memiliki sekitar 14,8 juta sapi siap potong. Sedangkan kebutuhan masyarakat
akan daging sapi sekitar 2,4 juta per tahun.
"Jadi kenapa harus impor,"
ujarnya saat diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (21/7).
Sementara untuk komoditi beras, lanjutnya,
produksi bahan pokok ini mencapai sekitar 38 juta ton. Sedangkan kebutuhan
masyarakat per tahun hanya 34 juta ton. "Jadi seharusnya masih ada
surplus. Seharusnya penerapan kebijakan perlu mengedepankan pertimbangan data
neraca ini," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama
Perum Bulog Sutarto Alimoeso menegaskan, tidak mudah menyediakan pasokan ke
masyarakat Indonesia. Selain karena jumlah penduduk yang besar, kondisi
geografis yang berpulau-pulau, menjadi salah hambatan. Maka dari itu produksi
pangan harus ditingkatkan dengan dukungan semua pihak.
"Perhatian ada namun hambatan juga
ada.Kenaikan harga besar saat ini hanya 0,47 persen dan terjadi di 33
titik," ujar Sutarto.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa
mengatakan, pemerintah akan membuka impor beras pada tahun ini. Impor hanya
untuk menambah cadangan beras di dalam negeri. Sebab, pemerintah hanya
mempunyai cadangan beras 1 juta ton. "Karena kita ingin menaikkan cadangan
(beras) karena dikhawatirkan ada gangguan El Nino," kata Hatta, Kamis
(19/7).
Meski begitu, Hatta mengaku, pemerintah
masih memprioritaskan pembelian beras lokal dibandingkan impor. "Pokoknya
sebesarnya membeli beras dalam negeri. Kalau sudah tercapai 2 juta ya cukup.
Kalau belum ya tambah," kata dia.
Data Bulog hingga awal Juli lalu, pengadaan
bulan Bulog mencapai 2.361.149 ton. Sedangkan stok Bulog hingga saat ini
mencapai 2.370.896 ton dan stok ini diklaim akan cukup menutupi kebutuhan beras
9 tahun ke depan. Dengan cadangan sebanyak itu, dia juga menjamin dapat
melakukan operasi pasar jika terjadi kenaikan harga di pasar. Bulog juga siap
menyalurkan beras jika terjadi bencana alam yang tidak dikehendaki.
Dari
cadangan bulog tersebut, terdapat cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai
468.000 ton. Bulog telah mencadangkan 150.000 ton dari CBP untuk operasi pasar
dan bencana alam. Bulog juga menyatakan kesiapannya untuk menyalurkan beras
miskin (raskin) ke 13 dan ke 14 bila pemerintah menugaskan.
Berikut
ini data produksi komoditas padi yang ada di Indonesia pada Tahun 2013
Provinsi
|
Jenis Tanaman
|
Tahun
|
Luas Panen(Ha)
|
Produktivitas(Ku/Ha)
|
Produksi(Ton)
|
Indonesia
|
Padi
|
2013
|
13451211.00
|
51.50
|
69271053.00
|
Pada saat ini sedang hangatnya
diperbincangkan isu mengenai impor pangan yang akan dilakukan oleh Indonesia
tahun ini. Padahal Indonesia merupakan negara agraris yang terkenal dengan
sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, mengapa dalam hal ini Indonesia masih
harus mengimpor?
Negara Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat tidak lepas dari kegiatan impor. Sudah jelas bahwa Indonesia dari
dulu telah melakukan impor dari negara–negara seperti Thailand, Kamboja, dll.
Semuanya telah diperhitungkan dengan baik antara permintaan dan penawarannya, begitu pula dengan import
gula dan beras yang akan dilakukan Indonesia tahun ini.
”Indonesia secara
geografis memang negara agraris, namun sektor pertanian bukan merupakan sektor
prioritas pembangunan di Indonesia sejak Pelita 4, era pemerintahan Soeharto,”
ujar Suyanto SE Mec Dev PhD,
Dekan Fakultas Bisnis dan Eknonomika (FBE). Itulah mengapa Indonesia masih
harus mengimpor bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Produk import memiliki
harga yang cukup bersaing di pasaran. Bayangkan saja harga produk impor
terutama di bidang pangan harganya lebih murah daripada produk lokal. Tidak heran jika akhirnya masyarakat
memilih untuk mengkonsumsi produk impor. Hal ini cukup membuat penasaran apa yang
sebenarnya terjadi dengan pasar lokal kita.
Jika ditelaah kembali ada
beberapa hal yang membuat harga produk lokal cukup melambung. Diantaranya
adalah sistem distribusi dalam negeri yang kurang bagus sehingga memerlukan
biaya lebih untuk transportasi. Selain itu, kurang efisiennya peralatan yang
digunakan pada pabrik. Hal–hal tersebut menjadi kendala utama bagi rakyat
Indonesia sehingga kalah bersaing dari negara lain.
Masyarakat cenderung untuk menggunakan
produk impor dengan alasan kualitasnya yang bagus maupun harganya yang relatif
terjangkau. Namun bukan berarti bahwa pemerintah terus melakukan kegiatan
impor. Pemerintah menetapkan setiap produk impor yang masuk ke Indonesia
sehingga diharapkan produk impor yang masuk ke Indonesia dapat berkurang.
Demi melindungi produsen
dalam negeri, pemerintahan juga membatasi atau memberi kuota terhadap masuknya
produk impor ke Indonesia. Perusahaan yang ada dalam negeri sendiri juga tidak
bisa hanya mengandalkan perlindungan produk dari pemerintah. “Perlindungan
produsen dalam negeri hanya perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan
tentunya pemerintah juga harus mempersiapkan mereka untuk dapat bersaing,“
tutup Suyanto.
Dari total nilai impor melalui DKI Jakarta
bulan Juli 2013 yang mencapai 8.579,00 juta dollar Amerika, 4.600,15 juta
dollar Amerika (53,62 persen) berasal dari Asia, dan 2.117,07 juta dollar
Amerika (24,68 persen) berasal dari ASEAN. Berdasarkan negara asal, pada bulan
Juli 2013, impor dari China merupakan yang terbesar yaitu 1.889,21 juta dollar
Amerika atau 22,02 persen dari keseluruhan nilai impor melalui DKI Jakarta;
diikuti Jepang 1.453,71 juta dollar Amerika (16,94 persen); Thailand 802,32
juta dollar Amerika (9,35 persen); Singapura 645,88 juta dollar Amerika (7,53
persen): Korea 642,50 juta dollar Amerika (7,49 persen); Amerika Serikat 450,66
juta dollar Amerika (5,25 persen); Malaysia 373,44 juta dollar Amerika (4,35
persen); Taiwan 264,33 juta dollar Amerika (3,08 persen); Vietnam 223,97 juta
dollar Amerika (2,61 persen); Australia 221,26 juta dollar Amerika (2,58
persen); Jerman 205,32 juta dollar Amerika (2,39 persen); dan India 138,33 juta
dollar Amerika (1,61 persen). Secara keseluruhan kedua belas negara utama
diatas memberikan peran 82,61 persen dari total impor melalui DKI Jakarta. Sebanyak sebelas (11) negara pemasok barang
impor utama yang melalui DKI Jakarta mengalami peningkatan nilai impor pada
Juli 2013 dibanding bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi pada China
yaitu 206,21 juta dollar Amerika; Thailand 154,09 juta dollar Amerika; dan
Jepang 144,48 juta dollar Amerika; Singapura 123,50 juta dollar Amerika; Korea
75,69 juta dollar Amerika; Malaysia 62,00 juta dollar Amerika; Amerika Serikat
57,23 juta dollar Amerika; Vietnam 46,96 juta dollar Amerika; Australia 23,96
juta dollar Amerika; Jerman 22,73 juta dollar Amerika; dan Taiwan 22,51 juta
dollar Amerika. Sementara satu (1) negara lainnya mengalami penurunan nilai
impor, penurunan tersebut terjadi pada India yaitu 119,52 juta dollar Amerika.
Secara keseluruhan nilai kedua belas negara utama tersebut mengalami
peningkatan 772,88 juta dollar Amerika (12,24 persen) dibanding bulan Juni
2013.
Tabel Impor Menurut Bulan, Tahun
2013
Bulan/Month
|
Nilai/Value (US $)
|
Berat/Weight (KG)
|
Januari/January
|
15 450 235 320
|
11 925 159 622
|
Pebruari/February
|
15 313 286 233
|
10 904 690 188
|
Maret/March
|
14 887 075 645
|
11 018 318 050
|
April/April
|
16 463 468 844
|
12 210 318 911
|
Mei/May
|
16 660 559 292
|
12 610 027 739
|
Juni/June
|
15 636 019 963
|
11 925 604 333
|
T O T A L
|
94 410 645 297
|
70 594 118 843
|
Refrensi:
http://www.jakarta.go.id/web/news/2013/09/ekspor-dan-impor-dki-jakarta-bulan-september-2013
http://www.jakarta.go.id/web/news/2013/09/ekspor-dan-impor-dki-jakarta-bulan-september-2013