Masyarakat madani
sering diartikan sebagai masyarakat beradab.
Ciri-ciri masyarakat
madani sebagai berikut:
a.
Pemerintahan berdasarkan kehendak dan
kepentingan rakyat banayk
b.
Adanya pemisahan atau pembagian
kekuasaan
c.
Adanya tanggung jawab dari pelaksana
kegiatan atau pemerintah
Masyarakat
madani merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan
masyarakat di pihak lainnya. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi
(usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik umum atau negara) warga
masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan
di antara asosiasi tersebut. Asosiasi bisa berupa perjanjian, koperasi, RW, RT,
dll berupa organisasi masyarakat. Hubungan antara berbagai asosiasi tsb
dikembangkan atas dasar toleransi dan prinsip saling menghargai.
Berdasarkan
hal tsb, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani merupakan suatu bentuk
hubungan antara negara dan sejumlah kelompok sosial dan gerakan sosial yang ada
dalam negara. Namun bersifat independen terhadap negara.
Pembahasan
masyarakat madani sendiri erat kaitannya dengan demokrasi. Pada hakikatnya
demokrasi mendorong negara dalam mencapai masyarakat madani. Indonesia yang
juga menganut demokrasi memiliki keinginan untuk mencapai hal tersebut dengan
berbagai upaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan digulirkannya
otonomi daerah, Ini juga meruapak salah satu upaya berhasilnya penerapan
politik strategi nasional. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus
daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata daerah dan sesuai dengan
aspirasi masyarakat yang berkembang di daerahnya.
Namun
untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia terhadap beberapa kewenangan yang
masih merupakan kewenangan pusat, salah satunya adalah masalah yang berkaitan
dengan hubungan luar negeri.
Dengan
kata lain, otonomi dihubungkan dengan masyarakat madani di Indonesia merupakan
kemandirian dalam melakukan kegiatan. Kemandirian tersebut termasuk kemandirian
dalam bidang politik dan organisasi sosial politik (orsospol), seperti partai
politik. Organisasi massa, kelompok kepentingan, maupun kelompok penekan dengan
syarat tidak bertentangan dengan hukum, dan sesuai dengan perundangan di
Indonesia. Dalam mewujudkan masyarakat madani, negara memiliki kedudukan
sebagai fasilitator. Artinya negara, dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat
memberikan hak-hak daerahnya dan melindunginya.
Pelaksanaan
otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah direvisi UU No 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah atau biasa disebut otonomi daerah. Perubahan yang dilakukan bisa
dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis
besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran kewenangan
dari suatu lembaga ke lembaga lain.
Tujuan otonomi daerah yaitu memberdayakan daerah termasuk
masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses
pemerintahan dan pembangunan. Dalam UU No 32 tahun 2004 digunakan prinsip
otonomi seluas-luasnya dimana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengetur
semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan pusat yaitu :
a.
politik
luar negeri
b.
pertahanan
dam keamanan
c.
meneter/
fiskal
d.
peradilan
e.
agama
Pemerintah pusat berwenang
membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring, dan evaluasi, supervisi,
fasilitas dan urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat 1
UUD 1945 amademen, NKRI dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi
tersebut dibagi menjadi kabupaten dan kota, yang tiap provinsi, kabupaten, dan kota
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur UU.
Urusan yang menjadi
kewengangan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan
wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar
seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal
prasarana lingkungan dasar sedangkan
urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait dengan potensi unggulan dan
kekhasan daerah.
UU No 32 tahun 2004
mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan
besifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika
memilih kepala daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala
daerah. Kewenangan DPRD dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sekarang kewenangan
DPRD banyak yang dihilangkan, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung
oleh rakyat, DPRD hanya memperoleh laporan pertanggungjawaban serta adanya
mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan perda APBD agar sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Pemerintah daerah adalah
pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
daerah yaitu pemerintah daerah dan DPRD. Hubungan antara pemerintah daerah dan
DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan.
Hubungan kemitraan berarti bahwa antara pemerintah daerah dan DPRD adalah sama-sama
mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah
sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antara kedua lembaga tersebut saling
mendukung.
Kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang syarat dan tata caranya
ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan melalui partai politik maupun
gabungan partai politik peserta pemilu yang memperoleh sejumlah kursi DPRD atau
dukungan suara dalam pemilu legislatif dalam jumlah tertentu.
Melalui UU No 12 tahun
2003 tentang pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan
daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah. KPUD provinsi, kabupaten, dan kota
diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelenggaraan
pemilu dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas.
refrensi:
Abdulkarim, Aim. Pendidikan Kewarganegaraan. 2008. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Muchji, Achmad, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2007.
Jakarta: Gunadarma.