Karena saya
mempunyai dua ayah yang berpengaruh, saya belajar dari mereka berdua. Saya
harus memikirkan nasihat masing-masing ayah, dan dalam melakukan ini, saya
memperoleh wawasan berharga tentang kekuatan dan pengaruh pikiran sesorang pada
hidupnya. Misalnya, ayah yang satu mempunyai kebiasaan mengatakan. “Saya tidak
mampu membelinya.” Ayah yang lain melarang penggunaan perkataan seperti itu.
Dia mendesak saya untuk berkata. “Bagaimana saya bisa membelinya?” Yang satu
adalah pernyataan dan yang satunya lagi adalah pertanyaan. Yang satu melepaskan
anda dari kesulitan, yang satunya lagi memaksa anda untuk berpikir. Ayah saya
yang-segera-menjadi-kaya akan menjelaskan bahwa secara otomatis mengucapkan
perkataan, “Saya tidak bisa membelinya,” otak anda berhenti bekerja.
Sebaliknya, dengan mengajukan pertanyaan, “Bagaimana saya bisa membelinya?”
maka otak anda harus bekerja. Yang dia maksudkan bukanlah membeli segala
sesuatu yang anda inginkan. Dia fanatik dalam hal melatih pikiran anda,
komputer paling hebat di dunia. “Otak saya semakin kuat setiap harinya karena
saya melatihnya. Semakin kuat otak saya, semakin banyak uang yang saya
hasilkan.” Dia percaya bahwa selalu mengatakan. “Saya tidak bisa membelinya”
adalah sebuah tanda kemalasan.
Meskipun kedua
ayah saya bekerja keras, saya memperhatikan ayah yang satu mempunyai kebiasaan
menidurkan otaknya bila sampai pada urusan uang, sementara yang satunya
mempunyai kebiasaan melatih otaknya. Hasil jangka panjangnya adalah bahwa ayah
yang sama tumbuh lebih kuat secara finansial dan yang satunya lebih lemah. Ini
tidak jauh berbeda dengan orang yang pergi ke pusat kebugaran untuk berolahraga
secara rutin versus seseorang yang setiap hari duduk di sofa menonton tv.
Latihan fisik yang pas dan cocok meningkatkan peluang kesehatan anda, dan
latihan mental yang pas dan cocok meningkatkan peluang kemakmuran anda.
Kemalasan menurunkan baik kesehatan maupun kemakmuran.
Kedua ayah
saya mempunyai sikap yang bertentangan dalam cara berfikir. Ayah yang satu
berpikir bahwa yang kaya harus membayar pajak lebih banyak untuk membantu dan
memelihara mereka yang kurang beruntung. Satunya lagi berkata, “Pajak menghukum
mereka yang berproduksi dan menghadiahi mereka yang tidak berproduksi.”ayah
yang satu merekomendasikan, “Belajarlah yang giat sehingga kamu dapat menemukan
sebuah perusahaan yang baik untuk bekerja.” Satunya lagi merekomendasikan,
“Belajarlah yang giat sehingga kamu menemukan perusahaan yang baik untuk kamu
beli.”
Yang satu
mangatakan. “Alasan saya tidak kaya adalah karen saya mempunyai kamu, nak.”
Satunya lagi mengatakan, “Alasan saya harus kaya adalah karena saya mempunyai
kamu, nak.”
Yang satu
mendorong untuk membicarakan soal uang dan bisnis di meja makan. Satunya lagi
melarang keras untuk membicarakan masalah uang saat makan.
Yang satu
berkata, ”Bila sampai pada urusan uang, bermainlah dengan aman, jangan mengambil
resiko.” Satunya lagi mengatakan, “Belajarlah mengelola resiko.”
Yang satu
percaya, “Rumah kita adalah investasi terbesar kita dan juga aset kita yang
terbesar.” Satunya lagi percaya, “Rumah saya adalah liabilitas (kewajiban), dan
jika rumahmu adalah aset terbesar, kamu akan mendapat masalah.”
Kedua ayah
saya membayar rekening pada waktunya, tetapi yang satu membayar rekeningnya
duluan (sebagai hal yang pertama) sementara yang satunya lagi membayar
rekeningnya belakangan.
Yang satu
percaya bahwa perusahaan atau pemerintah akan mengurus anda dan kebutuhan anda.
Dia selalu peduli dengan kenaikan upah, program pensiun, tunjangan kesehatan,
cuti sakit, hari libur, dan berbagai perbaikan lainnya. Dia terkesan dengn dua
pamannya yang bergabung dengan militer dan memperoleh tunjangan pensiun dan
berbagai keuntungan lainnya. Terkadang, gagasan perlindungan kerja untuk
kehidupan dan keuntungan kerja tampak lebih penting daripada pekerjaan itu
sendiri.
Satunya lagi
percaya pada sikap mandiri penuh dalam soal finansial. Dia dengan lantang
menentang mentalitas “berhak” dan bagaimana hal itu menciptakan orang yang
lemah dan sangat miskin secara finansial. Dia sangat tegas dalam menjadi
kompeten secara finansial.
Ayah yang satu
berjuang keras untuk menabung beberapa dolar. Sedangkan satunya lagi sibuk
menciptakan investasi.
Ayah yang satu
mengajarkan saya bagaimana menulis resume yang mengesankan sehingga saya bisa
mendapatkan pekerjaan yang baik. Satunya lagi mengajar saya bagaimana menulis
rencana bisnis dan finansial yang kuat sehingga saya bisa menciptakan pekerjaan
bagi orang lain.
Menjadi produk
dua ayah yang kuat dan berpengaruh memberi saya kesempatan mewah untuk
mengamati pengaruh pikiran yang berbeda pada hidup seseorang. Saya
memperhatikan bahwa orang sungguh-ssungguh membentuk hidup mereka melalui
pikiran mereka.
Contohnya,
ayah saya yang miskin selalu berkata, “Saya tidak akan pernah kaya.” Dan
ramalan itu menjadi kenyataan. Ayah saya yang kaya, sebaliknya, selalu menunjuk
dirinya sebagai orang yang kaya. Dia akan mengatakan hal-hal seperti ini. “Saya
orang yang kaya, dan orang kaya tidak melakukan hal ini.” Bahkan ketika dia
benar-benar bangkrut setelah menderita kemerosotan finansial yang hebat, dia
terus menunjuk dirinya sebagai orang yang kaya. Dia akan menutupi dirinya
dengan mengatakan, “Ada perbedaan antara menjadi miskin dan menjadi bangkrut.
Bangkrut adalah untuk sementara waktu, dan miskin adalah untuk selamanya.”
Ayah saya yang
minskin juga akan mengatakan, “Saya tidak tertarik pada uang,” atau “Uang tidak
penting.” Ayah saya yang kaya selalu mengatakan.” Uang adalah kekuatan,
kekuasaan.”
Jadi kekuatan
pikiran kita mungkin tidak pernah diukur atau dihargai, tetapi menjadi jelas
bagi saya bocah yang masih muda untuk menyadari pikiran saya dan bagaimana saya
mengekspresikan diri saya. Saya memperhatikan bahwa ayah saya yang miskin
adalah miskin bukan karena jumlah uang yang dia hasilkan, yang sebenarnya
besar, tetapi karena pikiran dan tindakannya. Sebagai anak muda, dan memupunyai
dua ayah, saya menjadi benar-benar sadar untuk berhati-hati memilih
pikiran-pikiran mana yang akan saya ambil sebagai pikiran saya sendiri. Siapa
yang harus saya dengarkan-ayah saya yang kaya atau ayah saya yang miskin?
Meskipun kedua
pria itu mempunyai respek yang sangat tinggi terhadap pendidikan dan
pembelajaran, mereka tidak sepakat dalam apa yang mereka pikir penting untuk
dipelajari.
Yang satu
menginginkan saya belajar keras, memperoleh gelar, dan mendapat pekerjaan baik
untuk menghasilkan uang. Dia menginginkan saya untuk belajar menjadi seorang
profesional, seorang pengacara, atau akuntan atau ke sekolah bisnis untuk
mendapat gelar MBA. Satunya lagi mendorong saya untuk belajar menjadi kaya,
untuk memahami bagaimana uang bekerja, dan belajar bagaimana membuat uang bekerja
untuk saya. “Saya tidak bekerja untuk uang!” adalah perkataan yang dia ulang
berkali-kali, “Uang bekerja untuk saya!”
Pada umur 9
tahun, saya memutuskan untuk mendengarkan dan belajar dari ayah saya yang kaya
mengenai soal uang. Karena itu, saya memilih untuk tidak mendengarkan ayah saya
yang miskin, sekalipun dia memiliki semua gelar universitas.
Sumber:
Kiyosaki, Robert T. 1998. Rich
Dad, Poor Dad. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar