GUNADARMA University
www.gunadarma.ac.id
6.1 Latar Belakang UU Perindustrian
Hak
milik perindustrian (industrial property right) merupakan bagian dari hak milik
intelektual (intellectual property right). Termasuk kedalam hak milik
industrial ini adalah hak paten, hak merek, hak desain produk, dan lain-lain.
Hak paten merupakan
suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si penemu
(uitvinder) atau menurut hokum pihak yang berhak memperolehnya, atas
permintaannya yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru, perbaikan
atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan
baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan
dalam bidang industry.
Temuan baru, eprbaikan atas temuan
yang sudah ada, cara kerja baru atau menemukan suatu perbaikan baru cara kerja,
harus mengundang langkah inventif (inventive step), yaitu langkah pemikiran
kreatif yang lebih maju dari hasil penemuan sebelumnya.
Unsure industry mendapat tempat yang
penting. Temuan-temuan itu harus dapat diterapkan dalam bidang industry.
Apabila itu ndustri otomotif, industry tekstil, industry parawisata, industry
pertanian, industry makanan dan minuman, dan lain-lain.
Sebelum melihat lebih
jauh tentang paten ini, ada baiknya kita
lihat dulu rumusan paten dalam hokum positif Indonesia. Paten dalam
Undang-Undang Paten No. 6/1989 dirumuskan sebagai berikut:
1: Paten
adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya
dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk
melaksanakannya.
2: Penemuan
adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi, yang dapat
berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses
atau hasil produksi.
Kata “hasil penemuan”
dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 6/1989 tersebut adalah merupakan pilihan kata yang
keliru. Pemakaian kata “hasil penemuan” menyebabkan temuan itu menjadi benda
nyata (benda berwujud). Lihatlah hasil temuan teknologi dalam bidang pesawat
terbang, hasilnya adalah pesawat dengan berbagai tipe.
Demikian juga dengan
hasil temuan teknologi dalam bidang industry alat-alat rumah tangga yang
menghasilkan sendok, garpu, piring, dll, yang menunjukkan benda materil. Padahal
yang dimaskud oleh pembuat undang-undang adalah haknya, yaitu berupa ide yang
lahir dari penemuan tersebut. Jadi bukan bendanya. Oleh karena itu jika yang
dimaskud adalah idenya maka pelaksanaan dari ide itu yang kemudian menghasilkan
bentuk benda materil. Ide itu sendiri adlah benda materil yang lahir dari
proses intelektual manusia.
Dapat
disimpulkan bahwa hak paten diberikan bagi penemuan dalam bidang teknologi dan
teknologi yang dimaksud pada dasarnya adalah berupa ide (immaterial) yang
diterapkan dalam proses industry.
Teknologi pada dasarnya
lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia. karena
kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu, dan biaya, maka teknologi memiliki
nilai atau sesuatu yang bernilai ekonomi, yang dapat menjadi objek harta
kekayaan (property). Dalam ilmu hokum yang secara luas dianut oleh bangsa-bangsa
lain, hak atas daya piker intelektual terseut diakui sebagai hak milik yang
sifatnya tidak berwujud. Hak seperti ini yang dikenal sebagao hak Paten.
6.2 UU No. 5 Tahun 1984
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perindustrian
adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok
industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri
hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan
kelompok industri kecil.
4. Cabang
industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang
sama dalam proses produksi.
5. Jenis
industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang
sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang
usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang
industri atau jenis industri.
7. Perusahaan
industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan
mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang
diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan
baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10. Barang
setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
11. Barang
jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir
ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi
industri adalah cara proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi
yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk
menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang
bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan
pendirian industri/pabrik secara keseturuhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan
industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan
pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar
industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu
segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi
lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standarisasi
industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan
industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi
industri.
BAB
II
LANDASAN
DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal
2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi
ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan
kelestarian hngkungan hidup.
Pasal
3
Pembangunan industri bertujuan untuk:
1. meningkatkan
kemakmuran dan keseiahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan
dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai
upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan
ekonomi pada umumnya, serta memberikan nitai tambah bagi pertumbuhan industri
pada khususnya;
3. meningkatkan
kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna
dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan
keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas
dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan
peranan koperasi industri;
6. meningkatkan
penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang
bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka
pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam
rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB
III
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
Pasal
4
(1) Cabang
industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
5
(1) Pemerintah
menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil,
termasuk industri yang menggunakan keterampilan tradisional dan industri
penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah
menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industii
kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri
untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB
IV
PENGATURAN,
PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal
7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan
perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan
persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal
8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah
untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan
industri.
Pasal
9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha
industri dilakukan dengan memperhatikan:
1. Penyebaran
dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan
manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna
untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan
iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak
jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat
dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan.dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan
yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan
perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada
umumnya serta kepentingan perkembangan industii dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan
terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal
10
Pemerintah melakukan pembinaan dan
pengembangan bagi:
1. keterkaitan
antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional:
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor
bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan
yang lebib besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan
industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal
11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama
tersebut.
Pasal
12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang
industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat
memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB
V
IZIN
USAHA INDUSTRI
Pasal
13
(1) Setiap
pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh
Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian
Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan dan pengembangan
industri.
(3) Kewajiban
memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan
mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1) Sesuai
dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1),
perusahaan industri wajib menyampaikan infonnasi industri secara berkala
mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban
untuk menyampaikan informasi industri dapat dikecualikan bagi jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan
tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informasi industri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
15
(1) Sesuai
dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1),
perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah
mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi
industri termasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah
melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan
alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata
cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
TEKNOLOGI
INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN
DAN
PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI.
Pasal
16
(1) Dalam
menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri
menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan
memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila
perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi
industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam
negeri.
(3) Pemilihan
dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan
diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah,
Pasal
17
Desain produk industri mendapat perlindungan
hukum yang ketentuanketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan
rancang bangun dan perekayasaan industri.
Pasal
19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan
baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri
serta untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII
INDUSTRI
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM
DAN
LINGKUNGAN HIDUP
Pasal
21
(1) Perusahaan
industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan Hidup
akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2) Pemerintah
mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai
pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap
Ungkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban
melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis
industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
BAB
IX
PENYERAHAN
KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal
22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali
mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, ditakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
X
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
24
(1) Barang
siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,-
(dua puluh limajuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
(2) Barang
siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
1.000.000,- (satujuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
Pasal
25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak
melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
10.000.000,(sepuluh juta rupiah).
Pasal
26
Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut
izin Usaha Industrinya.
Pasal
27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang
siapa karena kelalaiannya melakukan perbutan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1
(satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
Pasal
28
(1) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2)
adalah pelanggaran.
BAB
XI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
29
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini,
semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang
tidak hertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementeeringsordonnantie 1934 (Staatsbiad 1934 Nomor 595) dinyatakan
tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal
31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam
Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 29 Juni 1984.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1984
NOMOR 22
Refrensi:
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://bplhd.jakarta.go.id/peraturan/uu/UU%20RI%20NO%2005%20TAHUN%201984.pdf