Minggu, 11 Mei 2014

BAB 3 HAK CIPTA

GUNADARMA University www.gunadarma.ac.id


Undang-undang Hak Cipta No. 6 Tahun 1982 diundangkan pada tanggal 12 April 1982, dalam Lembaran Negara Republik Indonesi No. 15 Tahun 1982. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk merombak system hokum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu system hokum yang berlandaskan pada falsafah Negara Indonesia yaitu Pancasila.
Pekerjaan membuat suatu undang-undang yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-undang Hak Cipta 1982 yang dipebaharui dengan undang-undang No. 7 Tahun 1987, yang akan kita bicarakan sekarang adalah produk yang telah lama menjalani masa penggodokannya. Hal ini dapat kita ketahui dengan adanya keinginan dari bangsa Indonesia yang berusahan untuk membuat suatu undang-undang hak cipta sendiri untuk menggantikan Auteurswet 1912 Stb. No. 600, yang merupakan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda.
Usaha-usaha itu dapat kita lihat dari pihak pemerintah maupun swasta. Pada tahun 1958 Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (Prijono) bersama Menteri Kehakiman (G.A. Maengkom), telah menyiapkan Rancangan Undang-undang Hak Cipta. Kemudian diteruskan dengan usaha berikutnya oleh Departemen kehakiman yang kemudian dilanjutkan oleh LPHN (sekarang BPHN) pada tahun 1965, yang juga telah menyiapkan Rancangan Undang-undang Hak Cipta.
Kemudian tidak ketinggalan pula Rancangan Undang-undang berikutnya dari pihak IKAPI pada 1972. Atas usaha diataslah Undang-undang Hak Cipta No, 6 Tahun 1982 itu disusun. Harus dimengerti bahwa UHC 1982 itu, bukanlah merupakan yang terbaik, tapi harus kita hargai bahwa ini merupakan  prestasi tertinggi dari bangsa Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan hokum nasional yang dicita-citakan.
Dengan demikian pula berakhirlah zaman “Auteurswet 1912” yang sempat mencapai usia sampai 70 tahun lamanya dalam sejarah perundang-undangnan di Indonesia. Babak baru dalam sejarah perundang-undangan hak cipta dimulai. Sejarah kemudian akan menentukan sampai berapa lama UU No.6 Tahun 1982 itu dapat bertahan, demikian Simorangkir mengajukan pertanyaan.
Ternyata apa yang diingikan sebelumnya tidaklah demikian kenyataannya. Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tidak dapat bertahan lama seperti Auteurswet 1912. Undang-undang No. 6 Tahun 1982 setelah bertahan selama lebih kurang 5 tahun, ternyata tas beberapa pertimbangan perlu segera diubah.
Pertimbangan itu didasarkan kepada pengalaman, selama pelaksanaan UU tersebut, dimana banyak ditemukan kelemahan. Hal itu dapat dilihat dari ungkapan yang diajukan oleh pemerintah saat menyampaikan keterangannya didepan Sidang Paripurna mengenai RUU tentang Perubahaan UHC No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismael Saleh, SH. Atas nama pemerintah. Dikatakannya:
“Telah lima tahun lebih, sejak UU No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta disyahkan pada tanggal 12 April 1982, bangsa Indonesia memiliki perangkat undang-undang yang mengatur perlindungan hokum bagi karya cipta mereka di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Sealam waktu itu pu;a, cukup banyak pengalaman yang telah memperkaya khasanah pandangan dan kehidupan kita dibidang tersebut. Berbagai hal timbul dan menyadarkan kita mengenai kekuatan dan kelemahan yang harus segera kita perbaiki demi kepentingan dan masa depan kita sendiri. Sejauh ini, pemerintah memandang pengalaman tersebut sebagai pelajaran yang benar-benar bermanfaat. Betapapun memang harus diakui, bahwa konsepsi tentang hak cipta sebagai hal perorangan bersifat eksklusif dan tidak berwujud, dan dari system hokum asing.”
Segi pertimbangan itu, telah mengarak jalannya persidangan pada perubahan UHC No. 6 Tahun 1982 tersebut dalam UU No. 7 Tahun 1987. Diakui bahwa konsep yang menyangkut perlindungan hak cipta bukanlah ide yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ia tidak dapat dilepaskan dari pengalaman sejarah perlindungan hal cipta dinegeri ini. Oleh karena itu prinsip-pronsip umum tentang hak cipta diilhami oleh pengalaman sejarah itu. Meskipun kita telah memiliki UU Hak Cipta sendiri, tetapi batasan-batasan tntang pengertian, jeni-jenis hak cipta dan lain sebagainya tetap dipengaruhi oleh perundang-undangan lama.

1.1              PENDAHULUAN
Sebelum sampai pada pengertian Hak Cipta maka pada bagian ini terlebih dahulu diperkenalkan sedikit latar belakang dikeluarnya Undang-undang No. 6 Tahun 1982, yang diperbaharui dengan UHC No. 7 Tahun 1987. Dari konsiderans Undang-undang No. 6 Tahun 1982, yang diperbaharui dengan UHC No.7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta, dapat dilihat bahwa:
Undang-undang ini dikeluarkan adalah untuk merealisasikan amanah GBHN (tahun 1987) dalam rangka pembangunan dibidang hokum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya. Dengan demikian diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu, seni dan sastra dapat dilindungi secara juridis, yang pada gilirannya dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Kemudian dengan keluarnya UHC 1982, yang diperbaharui dengan UHC No.7 Tahun 1987 ini secara tegas dinyatakan dicabut Austeurswet 1912 Stb. No. 600, karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita hokum nasional.
Demikianlah kita lihat tujuan dikeluarkannya UHC 1982, yang diperbaharui dengan UHC No.7 Tahun 1987, dan pada bagian lain telah pula menyebutkan istilah hak cipta.
Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kalinya oleh Prof. St. Moh. Syah, S.H pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima Kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai perbandingan dalam tulisan ini penulis turunkan juga beberapa pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dan universal Copyright Convention.
            Menurut Auteurswet 1912 pasal 1-nya menyebutkan, “hak cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptannya dalam lapangan kesusteraan, pengetahuan, dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.
            Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan sebagai berikut, “Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.
            Menurut Hutauruk ada dua unsure penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam Pasal 2 UHC 1982, yang diperbaharui dengan UHC No. 7 Tahun 1987 itu, yaitu:
1.      Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain
2.      Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya).

1.2              PENGGUNAAN HAK CIPTA
Pasal 2 Undang-undang Hak Cipta 1982, yang diperbarui dengan UHC No.7 Tahun 1987, secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan serta memberi izin untuk itu harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan oerundang-undangan yang berlaku. Pembatasan dimaksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya.
Dalam setiap perbuatan hokum yang menimbulkan akibat hokum selalu diletakkan syarat tertentu. Menurut Vollmar, penggunaan wewenang yang tidak memenuhi syarat yang dutentukan oleh undang-undang sudah pasti tidak memperoleh perlindungan hokum.
Sebenarnya yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini adalah agar setiap orang atau badan hokum tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang.
Setiap penggunaan hak harus diperhatikan dahulu apakah hal tersebut tidak bertentangan atau merugikan kepentingan umum. Walaupun sebenarnya Pasal 2 UHC 1982, yang diperbaharui dengan UHC No.7 Tahun 1987 ini menyatakan hak cipta itu adalah hak khusus yang memberi arti bahwa selain pencipta orang lain tidak berhak atasnya selain dengan izin pencipta.
Ini menimbulkan kesan bahwa sesungguhnya hak individu itu dihormati, namun dengan adanya pembatasa maka sesungguhnya pula dalam penggunaannya tetap didasarkan atas kepentingan umum. Oleh karenanya Indonesia tidak menganut paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak individu dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
UHC 1982, yang diperbarui dengan UHC No. 7 Tahun 1987 menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu, sastra dan seni. Kemudian undang-undang ini memperinci lagi yang meliputi karya:
1.      Buku, pamphlet dan semua hasil karya tulisan lainnya
2.      Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya
3.      Karya pertunjukan seperti music, karawitan, drama, tari, perwayangan, apntomim dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman video
4.      Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau music dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi
5.      Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi, yang perlindungannya diatur dalam pasal 10 ayat (2)
6.      Seni batik
7.      Karya arsitektur
8.      Peta
9.      Karya sinematografi
10.  Karya fotografi
11.  Program computer atau computer program
12.  Terkemahan, tafsiran, saduran, dan penyusun bunga rampai
Simorangkir menulis “kalau kita lihat perincian yang diberikan menurut deret No. 1 sampai dengan 11 dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli”. Sedangkan ciptaan pada No. 12 merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaan-ciptaan asli.
Selanjutnya ciptaan dari karya hasil pengolahan tersebut juga dilindungi sebagai hak cipta, sebab bentuk pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan tersendiri pula. Pemberian perlindungan dimaksud, selanjtnya ditentukan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya.
Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 11 ayat 2 UHC 1982, yang diperbarui dengan UHC 7 Tahun 1987 yang berbunyi:
“Terjemahan, tafsiran, saduran,, perfilman, rekaman, gubahan music, himpunan beberapa ciptaan dan lain-lain cara-cara memperbanyak dalam bentuk mengubah daripada ciptaan aslinya, dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya.”
1.3              UU HAK CIPTA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1982
TENTANG HAK CIPTA

Bagaian Pertama
Arti Beberapa Istilah
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a.       Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi
b.      Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra
c.       Pengumuman adalah pembacaanm penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain
d.      Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hamper sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan sesuatu ciptaan
e.       Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang yang digambarkan baik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak
Bagian Kedua
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya memupun memberi izin intuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 3
1.      Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak
2.      Hak cipta dapat beralih atau diahlikan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a.       Pewarisan
b.      Hibah
c.       Wasiat
d.      Dijadikan milik negara
e.       Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanyaa mengenai wewenang yang disebut di dalam akta itu
f.       Pasal 4
g.      Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta yang tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita
Bagian Ketiga
Pencipta
Pasal 5
1.      Kecuali jika ada bukti tentang hal sebaliknya, maka yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang untuk ciptaan itu namanya terdaftar sebagai pencita menurut ketentuan Pasal 29, atau jika ciptaan itu tidak terdaftarkan, orang yang dalam atau pada ciptaannya itu disebut atau dinyatakan sebagai penciptanya, atau orang yang pada pengumuman sesuatu ciptaan diumumkan sebagai penciptanya
2.      Jika pada ceramah yang tidak tertulis tidak ada pemberitahuan siapa yang menjadi penciptanya, maka orang yang berceramah dianggap sebagai penciptanya, kecuali terbukti hal sebaliknya
Pasal 6
Jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya, dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya
Pasal 7
Jika suatu ciptaan diwujudkan menurut rancangan seseorang dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasannya, maka orang yang merancang itu adalah penciptanya
Pasal 8
1.      Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan adalah pemegang hak cipta, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak, dengan tidak mengurangi hak si pembuat sebagai penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas keluar hubungan dinas
2.      Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya,maka pihak yang membuat karya cipta itu sebagai pencipta adalah pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak
Pasal 9
Jika suatu badan hokum mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai pencitanya, maka badan hokum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika dibuktikan sebaliknya.

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1982
TENTANG HAK CIPTA
Pasal 1
a.       Pencipta harus menciptakan sesuatu yang asli dalam arti tidak meniru
b.      Cukup jelas
c.       Cukup jelas
d.      Dengan mengalih wujudkan dimaksud transformasi, seperti patung dijasikan lukisan, cerita roman menjadi drama, drama bias menjadi drama radio dan sebagainya
Pasal 2
Dengan hak khusus dari pencipta dimaksudkan bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang lain kecuali dengan izin pencipta
Pasal 3
Hak cipta dianggap benda yang bergerak dan immaterial
Hak cipta tidak dapat diahlikan secara lisan, harus dengan akta otentik atau akta dibawah tangan
Pasal 4
Berhubung sifat ciptaan adalah pribadi dan menunggal dengan diri pencipta, maka hak pribadi itu tidak dapat disita dari padanya.
Pasal 5
Ayat 1
            Cukup jelas
Ayat 2
            Yang dimaksud disini hanya ceramah saja dan bukan pemain ciptaan music, karena hamper semua pembawa lagu bukanlah penciptanya
Pasal 6 dan Pasal 7
Ketentuan dalam pasal-pasal ini dimaksudkan untuk menetapkan siapa yang dianggap pencipta
Pasal 8
1.      Yang dimaksud dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian negeri dengan instansinya
2.      Yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan karyawan dengan pemberi kerja di lembaga swasta
Pasal 9
Badan hokum sebagai pencipta dalam pasal ini diatur tersendiri karena adanya beda khusus dari orang atau orang-orang sevagai pencipta antara lain apabila ditinjau dari sudut masa berlakunya hak cipta.
Dengan badan hokum disini dimaksudkan juga instansi resmi.



Refrensi:
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar