Minggu, 11 Mei 2014

BAB 4 HAK PATEN

GUNADARMA University www.gunadarma.ac.id



4.1       Latar Belakang
            Hak Paten atau hak oktroi telah ada sejak abad XIV dan XV,  contohnya di negara Italia dan Inggris. Tetapi sifat pemberian hak ini pada waktu itu bukan ditujukan atas suatu temuan (uitvinding) namun diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri.
            Di Indonesia pengaturan hak paten ini sebelum keluarnya UU No. 6/1989 tentang paten adalah berdasarkan Octroiwet 1910 hingga dikeluarkan Pengumuman Mneteri Kehakiman tertanggal 12 Agustus 1953 No. J.S.5/41/4 tentang pendaftar sementara oktroi dan Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 No. J.G.1/2/17 tentang permohonan sementara oktroi dari luar negeri.
            Mengenai pengertian hak paten menurut Octroiwet 1910 adalah:
“Paten ialah hak khusus yang diberi kepada seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang menciptakan sebuah produk baru, cara kerja baru atau perbaikan baru dari produk atau dari cara kerja”.
Sementara pengertian paten menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarminta menyebutkan:
            “Kata paten berasal dari bahasa Eropa (paten/Ocktroi) yang mempuntai arti suatu surat perniagaan atau izin dari pemerintah yangmenyatakan bahwa orang atau perusahaan boleh membuat barang pendapatannya sendiri (orang lain tidak boleh membuatnya)”.
Dari pengertian menurut undang-undang dan pengertian menurut bahasa diatas dapat disimpulkan bahwa paten adalah merupakan hak bagi seseorang yang telah mendapat penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya, yang diberikan oleh pemerintah, dan kepada pemegang haknya diperkenankan untuk menggunakan sendiri atau atas izinnya mengalihkan penggunaan hak itu kepada orang lain.

4.2       Penggunaan Hak Paten
1.         Obyek Hak Paten
Apabila kita berbicara tentang obyek sesuatu, maka itu tidak dapat terlepas dari pembicaraan tentang benda. Jika hal ini kita kaitkan dengan hak paten, amak obyek tersebut adalah suatu benda tak berwujud, oleh karena hak paten itu adalah benda tak berwujud yang merupakan bagian dari hak milik perindustrian.
Hak Paten mempunyai obyek terhadap temuan (uitvinding) atau juga disebut dengan invention secara praktis dapat dipergunakan dalam bidang perindustrian. Pengertian industry bukan saja terhadap industry tertentu akan tetapi dalam arti seluas-luasnya termasuk didalamnya hasil perkembangan teknologi dalam bidang pertanian, bidang teknologi peternakan, dan bahkan teknologi pendidikan.
Cakupan Hak Paten itu begitu luas, sejalan dengan luasnya cakrawala daya pikir manusia. Kreasi apa saja yang dilahirkan dari cakrawala daya piker manusia dapat menjadi obyek hak paten, sepanjang hal itu dapat diterapkan dalam bidang industry termasuk pengembangannya. Dengan demikian pula tidak tertutup kemungkinan obyek hak paten ini akan berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemampuan intelektual manusia.
2.         Subyek Hak Paten
 Mengenai subyek paten Pasal 11 Undang-undang Paten No. 6/1989 menyebutkan:
(1)   yang berhak memperoleh paten adalah penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu itu.
(2) jika suatu penemuan dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama maka yang menerima lebih lanjut hak mereka, secara bersama-sama berhak atas penemuan tersebut.
3.         Sistem Pendaftaran Hak Paten
Ada dua system pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu: system registrasi dan system ujian. Menurut system registrasi setiap permohonan pendaftaran paten diberi hak paten oleh kantor paten secara otomatis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan monopoli yang diminta dan tidak dipaparkan secara detail. Karenanya batas-batas monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan kepada pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten-paten yang terdaftar menganut system registrasi tanpa penyelidikan dan pemerikasaan lebih dulu dianggap bernilai rendah atau upaten-paten yang memiliki status lemah.
Fungsi kantor-kantor paten dalam suatu negara dengan system ujian adalah lebih luas daripada di negara-negara yang menganut system registrasi. Dengan system ujian seluruh instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap permohonan pendaftaran dan bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan (amendement) sebelum hak paten dapat diberikan. Ada tiga unsure (criteria) pokok yang diuji yaitu:
a.       temuan harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak paten menurut Undang-undang Paten
b.      temuan baru harus mengandung sifat kebaruan
c.       temuan harus mengandung unsure menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan dari apa yang telah diketahui
4.         Pengalihan Hak Paten
            Sifat pengaturan hak paten adalah sama dengan sifat pengaturan hak cipta sepanjang keduanya bermaksud untuk melindungi seseorang yang menemukan hal sesuatu agar buah pikiran dan pekerjaannya tidak dipergunakan begitu saja oleh orang lain dengan melupakan penemunya.
            Perbedaan yang terlihat adalah wujud hak cipta oleh hokum dalam prinsipnya diakui sejak saat semula, dan hokum hanya mengatur hal melindungi hak itu. Sedangkan hak paten adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang yang menemukan sesuatu hal yang dapat diterapkan dalam bidang industry baru untuk selaku satu-satunya orang yang mempergunakan buah pikiran, dan orang lain dilarang mempergunakannya, kecuali atas izinnya.
5.         Jangka Waktu Hak Paten
Menurut Pasal 9 ayat 1 UU Paten No.6 Tahun 1989, jangka waktu paten selama 14 tahun tersebut dapat pula dikatakan sebagai jangka waktu perlindungan hokum atas paten yang bersangkutan. Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filling date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat Paten yang diberikan Kantor Paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftra Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Selanjutnya perlu pula dicatat bunyi penjelasan Pasal 9 ayat 2 UU Paten No.6 Tahun 1989, yang menyatakan: bahwa Daftar Umum Paten berupa buku yang khusus catatan tentang Surat Paten, yang dibuat dalam bentuk dan susunan yang sederhana. Jelas dan rapi. Sedang Berita Resmi Paten dapat pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten serta ditempatkan dipapan Pengumuman Kantor Paten yang dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat.
Mengenai masa berlakunya hak paten tergantung pada ketentuan undang-undang paten pada masing-masing negara. Tetapi pada umumnya berkisar antara 8 sampai 20 tahun. Menurut Octroiwet 1910, maka berlakunya hak paten adalah 18 tahun terhitung sejak tanggal penandatangannya.

4.3       UU Hak Paten
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997

                                  Tentang

                               Perubahan Atas

                      UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989

                               Tentang Paten

                     Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,

                        Presiden Republik Indonesia,

                                 Menimbang:

    a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang bedangsung cepat,
       terutama di bidang perekonomian baik di tingkat nasional maupun
       internasional, pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif
       terhadap Hak Atas Intelektual, khususnya di bidang Paten, perlu
       lebih ditingkatkan dalam rangka mewujudkan iklim yang lebih baik
       bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan penelitian yang
       menghasilkan penemuan dan pengembangan teknologi yang sangat
       diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan
       terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, maju, dan
       mandiri berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
    b. bahwa dengan penerimaan dan keikutsertan Indonesia dalam
       Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan
       Intelcktual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
       Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRiPs) yang
       merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi
       Perdagangan Dunia (Agreement Establishing World Trade
       Organization) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang,
       berlanjut dengan melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan
       peraturan perundang-undangan nasional di bidang Hak Atas Kekayaan
       Intelektual termasuk Paten dengan persetujuan internasional
       tersebut;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a
       dan b, serta memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman,
       khususnya kekurangan selama pelaksanaan Undang-undang tentang
       Paten, dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa
       ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten dengan
       Undang-undang;

   Mengingat:
    1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), don Pasal 33 Undang-Undang
       Dasar 1945;
    2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara
       Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398);
    3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
       Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
       Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor
       57, Tambahan Umbaran Negara Nomor 3564);

                             DENGAN PERSETUJUAN
  
                 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                 MEMUTUSKAN

   Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6
   TAHUN 1959 TENTANG PATEN.
  
                                  Pasal I
  
   Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang
   Paten diubah sebagai berikut

   1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 dan angka 5 diubah sehingga keseluruhan
   Pasal 1 bcrbunyi sebagai berikut:
  
                                  "Pasal 1
    1. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas
       hasil penemuannya di bidang tcknologi, untuk selama waktu tertenlu
       melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan
       persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
    2. Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertcntu di bidang
       teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau
       penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.
    3. Penemu adalah seseorang yang secara sendiri atau bebcrapa orang
       yang bersama-sama melaksanakan kegiatan yang menghasilkan
       penemuan.
    4. Pcmegang Paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang
       menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang
       menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang
       terdaftar dalam Daftar Umum paten.
    5. Pemeriksa Paten adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat
       oleh Menteri, atau kantor Paten Internasional untuk melakukan
       penelusuran dan pemeriksaan terhadap permintaan paten.
    6. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
       meliputi pembinaan paten.
    7. Kantor Paten adalah satuan organisasi di lingkungan departemen
       yang melaksanakan tugas dan kewenanngan di bidang paten.

   2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                  "Pasal 3
  
   (1) Suatu penemuan dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan
   paten penemuan tersebut tidak lama atau tidak merupakan bagian dari
   penemuan terdahulu.

   (2) Penemuan terdahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
   penemuan yang pada saat atau sebelum:
    a. tanggal pengajuan permintaan paten, atau
    b. tanggal penerimaan permintaan paten dengan hak prioritas apabila
       permintaan paten diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan di
       Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang
       memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penernuan tersebut,
       atau telah diumumkan di Indonesia dengan penguraian lisan atau
       melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain yang
       memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penernuan tersebut."

   3. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi
   scbagai berikut:
  
                                  "Pasal 4
  
   (1) Suatu penernuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka
   waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum permintaan paten diajukan:
    a. penernuan itu telah dipertunjukkan dalam suatu pameran
       internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau
       diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di
       Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi;
    b. penemuan itu telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam
       rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.

   (2) Penemuan juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka
   waktu 12 (dua belas) bulan sebelum permintaan paten diajukan, ternyata
   ada orang lain yang mengumumkan dengan cara mclanggar kewajiban untuk
   menjaga kerahasiaan penemuan yang bersangkutan."

   4. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                  "Pasal 6
  
   (1) Setiap penemuan berupa produk atau proses yang baru dan memiliki
   kualitas penernuan yang sederhana tetapi mempunyai nilai kegunaan
   praktis disebabkan karena bentuk, konfigurasi, konstruksi atau
   komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten
   Sederhana.

   (2) Syarat kebaruan pada penemuan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)
   adalah terbatas bagi penemuan sederhana yang dilakukan di Indonesia."

   5. Ketentuan Pasal 7 diubah dengan menghapus ketentuan huruf b dan
   huruf c, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
  
                                  "Pasal 7
  
   Paten tidak diberikan untuk:
    a. penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan
       penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
       perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan;
    b. dihapus;
    c. dihapus;
    d. penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan
       pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi
       tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan
       dengan metode tersebut;
    e. penernuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
       matematika."

   6. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 9
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                  "Pasal 9
  
   (1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun
   terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten.

   (2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam
   Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten."

   7. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 10
  
   Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun
   terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten Scderhana."

   8. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 17 berbunyi
   sebagai beriku:
  
                                 "Pasal 17
  
   (1) Pemegang Paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang
   dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya:
    a. dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,
       menyerahkan, memakai, rnenyediakan untuk dijual atau disewakan
       atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
    b. dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi
       paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana
       dimaksud dalam huruf a.

   (2) Dalam hal paten proses, larangan terhadap orang lain yang tanpa
   persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari
   penggunaan paten proses yang bersangkutan.

   9.Ketentuan Pasal 18 diubah dengan menambahkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (2) dan ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 18
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 18
  
   (1) Pemegang Paten wajib melaksanakan patennya di wilayah Negara
   Republik Indonesia.

   (2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (i)
   apabila pelaksanaan paten tersebut secara ekonomi hanya layak bila
   dibuat dengan skala regional.

   (3) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat
   disetujui Kantor Paten apabila diajukan permintaan tertulis oleh
   Pemegang Paten dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan
   oleh instansi yang berwenang.

   (4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata cara pengajuan
   permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
   lanjut dengan Peraturan Pemerinlah."

   10. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 21
  
   Dalam hal suatu produk impor ke Indonesia dan proses untuk mebuat
   produk yang bersangkutan telah dilindungi paten berdasarkan
   Undang-undang ini, maka Pemegang Paten proses yang bersangkutan berhak
   atas dasar ketentuan Pasal 17 ayat (2) melakukan upaya hukum terhadap
   produk yang diimpor tersebut, apabila produk tersebut dibuat di
   Indonesia dengan menggunakan proscs yang dilindungi paten."

   11. Ketentuan Pasal 22 dihapus.

   12. Ketentuan Pasal 33 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 33
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 33
  
   (1) Permintaan paten dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat
   permintaan paten oleh Kantor Paten, setelah diselesaikannya pembayaran
   biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

   (2) Tanggal penerimaan permintaan paten adalah tanggal pada saat
   Kantor Paten menerima surat permintaan paten yang telah memenuhi
   syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

   (3) Tanggal penerimaan surat permintaan paten dicatat secara khusus
   oleh Kantor Paten."

   13. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 39
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 39
  
   (1) Permintaan paten dapat diubah dengan cara menambah atau mengurangi
   jumlah klaim dengan ketentuan bahwa perubahan ttrsebut tidak boleh
   menambahkan hal yang baru sehingga memperluas lingkup penemuan yang
   telah diajukan dalam permintaan semula.

   (2) Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap
   diajukan pada tanggal yang sama dengan permintaan semula."

   14. Ketentuan Pasal 40 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 40
  
   (1) Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 39 dapat
   diajukan secara terpisah dalam satu permintaan atau lebih tetapi
   dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimintakan dalam
   setiap permintaan tersebut tidak boleh menambahkan hal yang baru
   sehingga memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam
   permintaan semula.

   (2) Dalam hal perubahan tersebut berupa pemecahan permintaan
   sebagaimana dimaksud dalant ayat (1), permintaan tersebut dianggap
   diajukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengajuan permintaan
   semula."

   15. Ketcntuan Pasal 42 dihapus.

   16. Ketentuan Pasal 43 dihapus.

   17. Ketentuan Pasal 44 dihapus.

   18. Ketentuan Pasal 47 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 47
  
   (1) Kantor Paten mengumumkan permintaan paten yang telah mcmenuhi
   ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 serta permintaan tidak ditarik
   kembali.

   (2) Pengumuman dilakukan:
    a. 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal permintaan paten; atau
    b. 18 (dclapan bclas) bulan sctelah tanggal permintaan paten yang
       pertama kali apabila permintaan paten diajukan dengan hak
       prioritas."

   19. Kctentuan Pasal 49 huruf b dihapus dan ditambahkan dua ketentuan
   baru yang dijadikan huruf f dan g, sehinggga keseluruhan Pasal 49
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 49
  
   Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
    a. nama dan alamat lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan
       kuasa apabila permintaan diajukan melalui kuasa;
    b. dihapus;
    c. judul penemuan;
    d. tanggal pengajuan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten
       dengan hak prioritas: tanggal, nomor dan negara di mana permintaan
       paten yang pertama kali diajukan;
    e. abstrak;
    f. klasifikasi penemuan;
    g. gambar, jika ada."

   20. Ketentuan Pasal 56 diubah, dengan menambah ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 56 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                 "Pasal 56
  
   (1) Permintaan untuk dilakukannya pemeriksaan substantif harus
   diajukan paling lambat dalam waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
   tanggal penerimaan permintaan paten; tetapi tidak lebih awal dari
   tanggal berakhirnya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.

   (2) Apabila permintaan pemeriksaan tidak dilakukan setelah batas waktu
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lewat, atau biaya untuk itu tidak
   dibayar, permintaan paten dianggap telah ditarik kembali.

   (3) Kantor paten memberitahukan secara terlulis anggapan mengenai
   ditariknya kembali permintaan paten tersebut kepada orang yang
   mengajukan permintaan paten, dengan tembusan kepada penemu atau yang
   berhak atas penemuan apabila permintaan paten diajukan oleh kuasanya.

   (4) Pemeriksaan substanlif yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam
   ayat (1) baru dilaksanakan Kantor Paten setelah berakhirnya masa
   pengumuman tersebut."

   21. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 58
  
   (1) Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Kantor Paten dapat meminta
   bantuan ahli dan atau menggunakan fasilitas yang diperlukan kepada
   instansi Pemerintah lainnya atau Pemeriksa Paten pada Kantor Paten
   lain.

   (2) Penggunaan bantuan ahli atau fasilitas atau Pemeriksa paten pada
   Kantor Paten lain sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) tetap dilakukan
   dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga
   kerahasiaan penemuan yang dimintakan paten."

   22. Ketentuan Pasal 59 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 59 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 59
  
   (1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Perneriksa Paten
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5.

   (2) Pemeriksa Paten pada Kantor Paten berkedudukan sebagai pejabat
   fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri berdasarkan
   syarat-syarat tertentu.

   (3) Kepada Pemeriksa Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
   diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya
   sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

   23. Ketentuan Pasal 60 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 60
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 60
  
   (1) Dalam hal Pemeriksa Paten melaporkan bahwa penemuan yang
   dimintakan paten ternyata mengandung ketidakjelasan atau kekurangan
   lain yang dinilai penting, Kantor Paten memberitahiikan secara
   tertulis hasil pemeriksaan tersebut kepada orang yang mengajukan
   permintaan paten.

   (2) Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci
   mencantumkan hal yang dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan
   atau referensi yang digunakan dalam pemeriksaan berikut jangka waktu
   penemuannya.

   (3) Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   orang yang mengajukan permintaan paten tidak memberikan penjelasan
   atau memenuhi kekurangan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan
   terhadap permintaan yang telah diajukannya dalam waktu yang
   ditentukan, Kantor Paten menolak permintaan paten tersebut."

   24. Ketentuan Pasal 61 diubah, sshingga berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 61
  
   Kantor Paten berkewajiban memberikan keputusan untuk menyettujui
   permintaan paten dan dengan demikian memberi paten, atau menolaknya,
   dalam waktu selambat-lambatnya 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung
   sejak tanggal diterimanya surat permintaan pemeriksaan substantif."

   25. Ketentuan Pasal 62 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 62
  
   (1) Apabila hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Paten
   menunjukkan bahwa penemuan yang dimintakan paten tidak memenuhi
   ketentuan Pasal 2, Pasa13, Pasal 5, Pasa130 ayat (1) dan ayat (2),
   Pasal 39, dan Pasal 60, atau merupakan penemuan yang dikecualikan
   berdasarkan ketentuan Pasal 7, Kantor Paten harus menolak permintaan
   paten tersebut dan memberitahukannya secara tertulis kepada orang yang
   mcngajukan permintaan paten.

   (2) Dalam hal permintaan paten diajukan oleh kuasa, maka salinan surat
   pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pula
   kepada penemu atau yang berhak atas penemuan tcrsebut.

   (3) Surat Pemberitahuan yang berisikan penolakan permintaan paten
   harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang
   menjadi dasar penolakan."

   26. Ketentuan Pasal 63 dihapus.

   27. Ketentuan Pasal 71 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 71
   berbunyi sebagai bcrikut:
  
                                 "Pasal 71
  
   (1) Permintaan banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding Paten
   selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan
   banding.

   (2) Keputusan Komisi Banding Paten bersifat final.

   (3) Dalam hal Komisi Banding Paten menerima permintaan banding, Kantor
   paten mcmberikan Surat Paten sebagaimana diatur dalam Undang-undang
   ini.

   (4) Apabila Komisi Banding Paten menolak permintaan banding, Kantor
   Paten segera memberitahukan penolakan tersebut."

   28. Ketentuan Pasal 79 diubah dengan menyiapkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (1 a), sehingga keseluruhan Pasal 79 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                 "Pasal 79
  
   (1) Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Kantor Paten dan dimuat
   dalam Daftar Umum Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan
   dengan Keputusan Menteri.

   (1a) Dalam hal perjanjian liscnsi tidak dicatatkan di Kantor Paten
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut
   tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

   (2) Syarat dan tata cara pencatatan perjanjian lisensi diatur lebih
   lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

   29. Ketentuan Pasal 82 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 82 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                 "Pasal 82
  
   (1) Setiap orang setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan
   terhitung sejak tanggal pemberian paten, dapat mengajukan permintaan
   Lisensi Wajib kepada pengadilan negeri untuk melaksanakan paten yang
   bersangkutan.

   (2) Permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
   dapat dilakukan dengan alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak
   dilaksanakan di Indonesia oleh Pemegang Paten padahal kesempatan untuk
   melaksanakannya secara komersial sepatutnya ditempuh.

   (3) Permintaan Lisensi Wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah
   paten diberikan atas dasar alasan bahwa paten telah dilaksanakan oleh
   Pemegang Paten atau Pemegang Lisensinya dalam bentuk dan dengan araa
   yang merugikan kepentingan masyarakat.

   Dengar memperhatikan kemampuan dan perkembangan keadaan, Pemerintah
   dapat menetapkan bahwa pada tahap awal pelaksanaan Undang-undang ini
   permintaan Lisensi Wajib, diajukan kepada pengadilan negeri tertentu."

   30. Ketentuan Pasal 83 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 83
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 83
  
   (1) Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat
   (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:

   a. orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat mengajukan bukti
   yang meyakinkan bahwa ia:
    1. mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang
       bersangkutan secara penuh.
    2. mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan paten yang
       bersangkutan secepatnya.
    3. telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang
       cukup untuk mendapatkan lisensi dari Pemegang Paten atas dasar
       persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh hasil.

   b. pengadilan negeri berpendapat bahwa paten tersebut dapat
   dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat
   memberi kemanfaatan kepada.sebagian besar masyarakat.

   (2) Pemcriksaan atas permintaan Lisensi Wajib dilakukan oleh
   pengadilan negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pula
   pendapat ahli dari Kantor Paten dan Pemegang Paten yang bersangkutan.

   (3) Lisersi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama
   dari jangka waktu pelaksanaan paten yang diatur lebih lanjut dengan
   Peraturan Pemerintah."

   31. Kctentuan Pasal 84 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 84
  
   Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 83 pengadilan negeri mentperoleh keyakinan bahwa jangka waktu
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 belum cukup bagi Pemegang Paten
   untuk melaksanakannya secara komersial di Indonesia, atau dalam
   lingkup wilayah scbagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
   pengadilan negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu
   proses persidangan tersebut atau menolaknya."

   32. Ketentuan Pasal 86 diubah dengan menambahkan dua ketentuan baru
   yang dijadikan huruf a dan huruf g, sehingga keseluruhan Pasal 86
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 86
  
   Dalam putusan pengadilan negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib
   dicantumkan hal-hal sebagai berikut:
    a. Lisensi Wajib bersifat non-ekskusif;
    b. alasan pemberian Lisensi Wajib;
    c. bukti termasuk keterangan alau penjelasan yang diyakini untuk
       dijadikan dasar pemberian Lisensi Wajib;
    d. jangka waktu Lisensi Wajib;
    e. besarnya royalti yang harus dibayarkan Pemegang Lisensi Wajib
       kepada Pemegang Paten dan cara pembayarannya;
    f. syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat
       membatalkannya;
    g. Lisensi Wajib semala-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
       di dalam negeri;
    h. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak
       yang bersangkutan secara adil."

   33. Ketentuan Pasal 88 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 88 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                 "Pasal 88
  
   (1) Lisensi Wajib dapat pula sewaklu-waktu dimintakan oleh Pemegang
   Paten atas dasar alasan bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin dapat
   dilakukan tanpa melanggar paten lainnya yang telah ada.

   (2) Permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
   dapat dipertimbangkan apabila paten yang akan dilaksanakan benar-benar
   mengandung unsur pembaharuan teknologi yang nyata-nyata Iebih maju
   daripada paten yang telah ada tersebut.

   (2a) Dalam hal Lisensi Wajib diajukan atas dasar alasan sebagaimana
   dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) maka:
    a. pemegang Paten berhak untuk saling memberikan Lisensi untuk
       menggunakan paten pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang
       wajar.
    b. penggunaan paten oleh Pernegang Lisensi tidak dapai dialihkan
       kecuali bila dialihkan bersama-sarna dengan paten lainnya.

   (3) Ketentuan mengenai pengajuan perminlaan kepada pengadilan negeri,
   pcmbayaran royalti, isi putusan pengadilan, pendaftaran dan
   pencatatan, serta jangka waktu atau pembatalan Lisensi Wajib yang
   diatur dalam Bagian Ketiga Bab ini berlaku pula dalam hal permintaan
   Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
   kecuali ketentuan mengenai jangka waktu pengajuan permintaan
   sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1)."

   34. Ketentuan Pasal 89 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 89
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 89
  
   Atas permintaan Pemegang Paten, pengadilan negeri dapat membatalkan
   Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila:
    a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada
       lagi;
    b. Penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib
       tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya
       untuk scgera melaksanakannya;
    c. Penerima Lisensi Wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan
       lainnya termasuk kewajiban pembayaran royalti yang ditetapkan
       dalam pemberian Lisensi Wajib.

   (2) Dalam hal pengadilan negcri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib,
   selambat-lambatnya 14 (empat betas) hari sejak tanggal putusan
   pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada
   Kantor Paten untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam
   Berita Resmi Paten.

   (3) kantor Paten wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman
   putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada
   Pemegang Paten, Pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan dan pengadilan
   negeri yang memutuskan pembatalan tcrsebut selambat-lambatnya 14
   (empat belas) hari sejak kantor paten menerima salinan putusan
   pengadilan negeri tersebut."

   35. Ketentuan Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
   keseluruhan Pasal 92 berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 92
  
   (1) Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan
   bersamaan dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang
   menggunakan paten yang bersangkutan atau karena pewarisan.

   (2) Lisensi Wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh
   syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya terutama mengenai jangka
   waktu dan harus dilaporkan kepada Kantor Paten untuk dicatat dan
   dimuat dalam Daftar Umum Paten."

   36. Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 94
  
   Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Kantor Paten apabila Pemegang
   Paten tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya tahunan dalam jangka
   waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini."

   37. Ketentuan Pasal 97 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 97
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 97
  
   (1) Gugatan pembatalan paten dapat dilakukan dalam hal:
    a. menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 7,
       paten terebut seharusnya tidak diberikan;
    b. paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada
       orang lain untuk penemuan yang sama berdasarkan Undang-undang ini;
    c. pemberian Lisensi Wajib ternyata tidak mampu mcncegah terus
       berlangsungnya pelakanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang
       merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
       sejak tanggal pemberian Lisensi Wajib yang bersangkutan atau
       tanggal pcmberian Lisensi Wajib yang pertama dalam hal diberikan
       beberapa Lisensi Wajib.

   (2) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
   (1) huruf a diajukan pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui
   Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

   (3) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
   (1) huruf b dapa! diajukan Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi kepada
   Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten lain yang sama dengan
   patennya dibatalkan.

   (4) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
   (1) huruf c dapat diajukan oleh Penuntut Umum kepada Pemegang Paten
   atau Pemegang Lisensi Wajib melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."

   38. Ketentuan Pasal 102 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 102
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 102
  
   (1) Pemegang Lisensi dari paten yang dibatalkan karena alasan
   sebagaimana dimaksud dalam Pasa197 ayat (1) huruf b tetap berhak
   melaksanakan lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka
   waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi.

   (2) Pemegang Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi
   wajib meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib
   dilakukannya kepada Pemegang Paten yang patennya dibatalkan, tetapi
   wajib mambayar royalti untuk sisa jangka lisensi yang dimilikinya
   kepada Pemegang Paten yang sebenarnya berhak.

   (3) Dalam hal Pemegang Paten terlebih dahulu menerima secara sekaligus
   royalti dari pemegang Paten tersebut berkewajiban menyelesaikan jumlah
   royalti yang sebanding dengan sisa jangka waktu penggunaan lisensi
   kepada Pemegang Paten yang sebenarnya berhak."

   39. Ketentuan Pasal 110 diubah dengan menambahkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (3), sehingga kcscluruhan Pasal 110 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                 "Pasal 110
  
   (1) Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim.

   (2) . Terhadap permintaan Paten Sederhana langsung dilakukan
   pemeriksaan yang bersifat substantif.

   (3) Dalam melakukan pemeriksaan substantif, Kantor paten hanya
   memeriksa syarat kebaruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
   (2):"

   40.Ketentuan Pasal 112 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 112 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 112
  
   (1) Jangka waktu Paten Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
   tidak dapat diperpanjang.

   (2) Untuk Paten Sederhana tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib."

   41. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 114
   berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 114
  
   (1) Untuk setiap pengajuan permintaan paten, permintaan pemeriksaan
   substantif, Surat Keterangan Pemakai Terdahulu, petikan Daftar Umum
   Paten dan salinan Surat Paten, salinan Dokumen Paten, pencatatan
   pengadilan paten, pencatatan Surat Perjanjian Lisensi, pendaftaran
   Lisensi Wajib, serta lain-lainya yang ditentukan dalam Undang-undang
   ini, wajib membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan
   Menteri.

   (2) Ketenluan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu dan tata
   cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
   dengan Keputusan Menteri."

   42. Ketentuan Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
   keseluruhan Pasal 116 berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 116
  
   (1) Apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut Pemegang Paten tidak
   membayar biaya tahunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal
   115, maka paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal
   yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang
   ketiga tersebut.

   (2) Apabila tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan
   tersebut berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk
   tahun kedelapan belas dan tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap
   berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan
   untuk tahun yang kedelapan belas tersebut

   (3) Berakhirnya jangka waktu paten karena alasan sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam
   Berita Resmi Paten."

   43. Judul Bab XI menjadi "Hak Menggugat" dan ketentuan Pasal 121
   diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang dijadikan ayat (1a),
   sehingga judul Bab XI dan keseluruhan Pasal 121 berbunyi sebagai
   berikut:
  
                                  "BAB XI
  
                               HAK MENGGUGAT"

                                 "Pasal 121

   (1) Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang
   yang berdasarkan Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berhak atas paten
   tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat
   ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya paten yang bersangkutan
   berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya
   untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

   (1a) Hak menggugat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku surut
   sejak tanggal penerimaan permintaan paten.

   (2) Salinan putusan alas gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat segera disampaikan
   kepada kantor paten untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten
   dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten."

   44. Ketentuan Pasal 122 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
   dijadikan ayat (1a) dan mengubah ayat (2) sehingga keseluruhan Pasal
   122 berbunyi sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 122
  
   (1) Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi berhak menggugat ganti rugi
   melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapa pun, yang dengan
   sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 17 terhadap haknya.

   (1a) Pengadilan negeri dapat menolak gugatan ganti rugi termasuk
   penggantian terhadap keuntungan yang seharusnya diperoleh, apabila
   tergugat dapat membuktikan bahwa ia tidak mengetahui atau memiliki
   alasan kuat tentang ketidaktahuannya bahwa ia telah melanggar paten
   milik orang lain yang dilindungi di Indonesia.

   (2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) huruf b hanya dapat diterima apabila
   hasil produksi itu terbukti dibuat dengan menggunakan penemuan yang
   telah diberi paten tersebut.

   (3) Putusan pengadilan negeri tentang gugatan sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (1), ayat (1a) dan ayat (2) o1eh panitera pengadilan negeri
   yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk
   selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
   Resmi Paten."

   45. Di antara Pasal 123 dan Pasal 124 disisipkan Pasal 123A, sebagai
   berikut:
  
                                "Pasal 123A
  
   (1) Dalam pemeriksaan perkara pelanggaran terhadap proses yang
   dipatenkan, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan
   dengan menggunakan proses yang dipatenkan tersebut, dibebankan kepada
   pihak yang diduga melakukan pelanggaran apabila:
    a. produk yang dihasilkan melalui proses yang dipatenkan tersebut
       merupakan produk baru;
    b. terdapat kemungkinan bahwa produk tersebut dihasilkan dari proses
       yang dipatenkan; dan
    c. sekalipun telah dilakukan upaya yang cukup untuk itu Pemegang
       Paten tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk
       menghasilkan produk yang diduga merupakan hasil pelanggaran.

   (2) Untuk kepentingan pembuktian dalam perkara pelanggaran sebagaimana
   dimaksud dalam ayat (1) hakim berwenang:
    a. memerintahkan pemilik paten untuk terlebih dahulu menyampaikan
       salinan surat paten bagi proses yang bersangkutan, dan bukti awal
       yang memperkuat dugaannya tentang pelanggaran atas paten yang
       dimilikinya; dan
    b. memerintahkan pihak yang diduga melakukan pelanggaran untuk
       membuktikan bahwa produk yang dihasilkan tersebut tidak
       menggunakan proses yang dipatenkan.

   (3) Dalam pemeriksaan perkara pelanggaran paten sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (1) dan ayat (2), hakim wajib mempertimbangkan kepentingan
   pihak yang diduga melakukan pelanggaran untuk memperoleh perlindungan
   terhadap kerahasiaan proses yang telah diuraikannya dalam rangka
   pembuktian di persidangan."

   46. Di antara Pasal 128 dan Pasal 129 disisipkan Pasal 128A, sebagai
   berikut:
  
                                "Pasal 128A
  
   Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, maka hakim dapat
   memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran paten tersebut
   dirampas untuk negara guna dimusnahkan."

   47. Ketentuan Pasal 130 ayat (2) diubah dan ayat (3) dipecah menjadi
   ayat (3) baru ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 130 berbunyi
   sebagai berikut:
  
                                 "Pasal 130
  
   (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga
   Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang
   lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan paten, diberi
   wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
   melakukan penyidikan tindak pidana di bidang paten.

   (2) Penyidik Pejabat Pegawai Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   berwenang:
    a. melakukan pemeriksaan alas kebenaran laporan atau keterangan
       berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten;
    b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
       melakukan pidana di bidang paten;
    c. meminta kcterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
       sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang paten;
    d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain
       berkenaan dengan tirdak pidana di bidang paten;
    e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
       bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
       melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
       yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
       paten; dan
    f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
       tindak pidana di bidang paten.

   (3) Penyidik Pejabat Pegawai Negcri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
   ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil
   ppnyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
   Indonesia.

   (4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
   ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
   Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat
   ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
   Acara Pidana."
  
                                  Pasal II
  
   (1) Terhitung mulai tanggal berlakunya Undang-undang ini, paten dan
   Paten Sederhana yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 6
   Tabun 1989 tentang Paten dinyatakan berlaku untuk jangka waktu 20 (dua
   puluh) tahun dan terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten
   dan 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal pemberian Paten
   Sederhana tersebut.

   (2) Terhadap permintaan paten dan Paten Sederhana yang telah diajukan
   berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang paten yang belum
   memperoleh keputusan Kantor Paten, apabila diberikan paten, maka
   jangka waktu perlindungan diberikan selama 20 (dua puluh) tahun
   terhitung scjak tanggal penerimaan permintaan paten dan 10 (sepuluh)
   tahun terhitung sejak tanggal pemberian Paten Sederhana tersebut.

   (3) Pelaksanaan penyesuaian jangka waltu 20 (dua puluh) tahun bagi
   paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pada saat
   pembayaran biaya tahunan untuk paten yang bersangkutan dengan bentuk
   yang ditetapkan oleh Menteri.
  
                                 Pasal III
  
   Undang-undang ini muiai berlaku pada tanggal diundangkan.

   Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
   Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
   Indonesia.


   Disahkan di Jakarta

   pada tanggal 7 Mei 1997

                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                    ttd.

                              S O E H A R T O

   Diundangkan di Jakarta

   pada tanggal 7 Mei 1997

                      MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

                            REPUBLIK INDONESIA,

                                    Ttd.

                             M O E R D I O N O


           LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1997
  



Refrensi:
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_1997.txt
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar