4.1 Latar Belakang
Hak
Paten atau hak oktroi telah ada sejak abad XIV dan XV, contohnya di negara Italia dan Inggris. Tetapi
sifat pemberian hak ini pada waktu itu bukan ditujukan atas suatu temuan
(uitvinding) namun diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri.
Di
Indonesia pengaturan hak paten ini sebelum keluarnya UU No. 6/1989 tentang
paten adalah berdasarkan Octroiwet 1910 hingga dikeluarkan Pengumuman Mneteri
Kehakiman tertanggal 12 Agustus 1953 No. J.S.5/41/4 tentang pendaftar sementara
oktroi dan Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 No.
J.G.1/2/17 tentang permohonan sementara oktroi dari luar negeri.
Mengenai pengertian hak paten menurut
Octroiwet 1910 adalah:
“Paten ialah hak khusus
yang diberi kepada seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang
menciptakan sebuah produk baru, cara kerja baru atau perbaikan baru dari produk
atau dari cara kerja”.
Sementara pengertian
paten menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S
Poerwadarminta menyebutkan:
“Kata
paten berasal dari bahasa Eropa (paten/Ocktroi) yang mempuntai arti suatu surat
perniagaan atau izin dari pemerintah yangmenyatakan bahwa orang atau perusahaan
boleh membuat barang pendapatannya sendiri (orang lain tidak boleh
membuatnya)”.
Dari pengertian menurut
undang-undang dan pengertian menurut bahasa diatas dapat disimpulkan bahwa
paten adalah merupakan hak bagi seseorang yang telah mendapat penemuan baru
atau cara kerja baru dan perbaikannya, yang diberikan oleh pemerintah, dan kepada
pemegang haknya diperkenankan untuk menggunakan sendiri atau atas izinnya
mengalihkan penggunaan hak itu kepada orang lain.
4.2 Penggunaan Hak Paten
1. Obyek
Hak Paten
Apabila kita berbicara
tentang obyek sesuatu, maka itu tidak dapat terlepas dari pembicaraan tentang
benda. Jika hal ini kita kaitkan dengan hak paten, amak obyek tersebut adalah
suatu benda tak berwujud, oleh karena hak paten itu adalah benda tak berwujud
yang merupakan bagian dari hak milik perindustrian.
Hak Paten mempunyai
obyek terhadap temuan (uitvinding) atau juga disebut dengan invention secara
praktis dapat dipergunakan dalam bidang perindustrian. Pengertian industry
bukan saja terhadap industry tertentu akan tetapi dalam arti seluas-luasnya
termasuk didalamnya hasil perkembangan teknologi dalam bidang pertanian, bidang
teknologi peternakan, dan bahkan teknologi pendidikan.
Cakupan Hak Paten itu
begitu luas, sejalan dengan luasnya cakrawala daya pikir manusia. Kreasi apa
saja yang dilahirkan dari cakrawala daya piker manusia dapat menjadi obyek hak
paten, sepanjang hal itu dapat diterapkan dalam bidang industry termasuk
pengembangannya. Dengan demikian pula tidak tertutup kemungkinan obyek hak
paten ini akan berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dan kemampuan intelektual manusia.
2. Subyek
Hak Paten
Mengenai subyek paten Pasal 11 Undang-undang
Paten No. 6/1989 menyebutkan:
(1)
yang berhak memperoleh paten adalah
penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu itu.
(2) jika suatu penemuan dihasilkan oleh beberapa
orang secara bersama-sama maka yang menerima lebih lanjut hak mereka, secara
bersama-sama berhak atas penemuan tersebut.
3. Sistem
Pendaftaran Hak Paten
Ada dua system
pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu: system registrasi dan system
ujian. Menurut system registrasi setiap permohonan pendaftaran paten diberi hak
paten oleh kantor paten secara otomatis. Spesifikasi dari permohonan tersebut
hanya memuat uraian dan monopoli yang diminta dan tidak dipaparkan secara
detail. Karenanya batas-batas monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat
timbul sengketa yang dikemukakan kepada pengadilan yang untuk pertama kali akan
menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten-paten
yang terdaftar menganut system registrasi tanpa penyelidikan dan pemerikasaan
lebih dulu dianggap bernilai rendah atau upaten-paten yang memiliki status
lemah.
Fungsi kantor-kantor
paten dalam suatu negara dengan system ujian adalah lebih luas daripada di
negara-negara yang menganut system registrasi. Dengan system ujian seluruh
instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap permohonan pendaftaran dan
bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan (amendement) sebelum hak
paten dapat diberikan. Ada tiga unsure (criteria) pokok yang diuji yaitu:
a. temuan
harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak paten menurut Undang-undang Paten
b. temuan
baru harus mengandung sifat kebaruan
c. temuan
harus mengandung unsure menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan dari apa yang
telah diketahui
4. Pengalihan
Hak Paten
Sifat pengaturan hak paten adalah
sama dengan sifat pengaturan hak cipta sepanjang keduanya bermaksud untuk
melindungi seseorang yang menemukan hal sesuatu agar buah pikiran dan pekerjaannya
tidak dipergunakan begitu saja oleh orang lain dengan melupakan penemunya.
Perbedaan
yang terlihat adalah wujud hak cipta oleh hokum dalam prinsipnya diakui sejak
saat semula, dan hokum hanya mengatur hal melindungi hak itu. Sedangkan hak
paten adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang yang menemukan
sesuatu hal yang dapat diterapkan dalam bidang industry baru untuk selaku
satu-satunya orang yang mempergunakan buah pikiran, dan orang lain dilarang
mempergunakannya, kecuali atas izinnya.
5. Jangka
Waktu Hak Paten
Menurut Pasal 9 ayat 1
UU Paten No.6 Tahun 1989, jangka waktu paten selama 14 tahun tersebut dapat
pula dikatakan sebagai jangka waktu perlindungan hokum atas paten yang
bersangkutan. Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal penerimaan permintaan
paten (filling date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat Paten yang
diberikan Kantor Paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten
dicatat dalam Daftra Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Selanjutnya perlu pula
dicatat bunyi penjelasan Pasal 9 ayat 2 UU Paten No.6 Tahun 1989, yang
menyatakan: bahwa Daftar Umum Paten berupa buku yang khusus catatan tentang
Surat Paten, yang dibuat dalam bentuk dan susunan yang sederhana. Jelas dan
rapi. Sedang Berita Resmi Paten dapat pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola
dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten serta ditempatkan dipapan
Pengumuman Kantor Paten yang dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat.
Mengenai masa
berlakunya hak paten tergantung pada ketentuan undang-undang paten pada
masing-masing negara. Tetapi pada umumnya berkisar antara 8 sampai 20 tahun.
Menurut Octroiwet 1910, maka berlakunya hak paten adalah 18 tahun terhitung
sejak tanggal penandatangannya.
4.3 UU Hak Paten
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997
Tentang
Perubahan Atas
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989
Tentang Paten
Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa dengan adanya
perkembangan kehidupan yang bedangsung cepat,
terutama di bidang
perekonomian baik di tingkat nasional maupun
internasional,
pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif
terhadap Hak Atas
Intelektual, khususnya di bidang Paten, perlu
lebih ditingkatkan
dalam rangka mewujudkan iklim yang lebih baik
bagi tumbuh dan
berkembangnya kegiatan penelitian yang
menghasilkan penemuan
dan pengembangan teknologi yang sangat
diperlukan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan
terciptanya
masyarakat Indonesia yang adil, makmur, maju, dan
mandiri berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dengan
penerimaan dan keikutsertan Indonesia dalam
Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan
Intelcktual
(Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights,
Including Trade in Counterfeit Goods/TRiPs) yang
merupakan bagian dari
Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing World Trade
Organization)
sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang,
berlanjut dengan
melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan
peraturan
perundang-undangan nasional di bidang Hak Atas Kekayaan
Intelektual termasuk
Paten dengan persetujuan internasional
tersebut;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a
dan b, serta
memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman,
khususnya kekurangan
selama pelaksanaan Undang-undang tentang
Paten, dipandang
perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa
ketentuan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten dengan
Undang-undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1), don Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 6
Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara
Tahun 1989 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398);
3. Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi
Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor
57, Tambahan Umbaran
Negara Nomor 3564);
DENGAN PERSETUJUAN
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6
TAHUN 1959 TENTANG PATEN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Paten diubah sebagai
berikut
1. Ketentuan Pasal 1
angka 3 dan angka 5 diubah sehingga keseluruhan
Pasal 1 bcrbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 1
1. Paten adalah hak
khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas
hasil penemuannya di
bidang tcknologi, untuk selama waktu tertenlu
melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan
persetujuan kepada
orang lain untuk melaksanakannya.
2. Penemuan adalah
kegiatan pemecahan masalah tertcntu di bidang
teknologi, yang dapat
berupa proses atau hasil produksi atau
penyempurnaan dan
pengembangan proses atau hasil produksi.
3. Penemu adalah
seseorang yang secara sendiri atau bebcrapa orang
yang bersama-sama
melaksanakan kegiatan yang menghasilkan
penemuan.
4. Pcmegang Paten adalah
penemu sebagai pemilik paten atau orang yang
menerima hak tersebut
dari pemilik paten atau orang lain yang
menerima lebih lanjut
hak dari orang tersebut di atas, yang
terdaftar dalam Daftar Umum paten.
5. Pemeriksa Paten
adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat
oleh Menteri, atau
kantor Paten Internasional untuk melakukan
penelusuran dan
pemeriksaan terhadap permintaan paten.
6. Menteri adalah
Menteri yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
meliputi pembinaan
paten.
7. Kantor Paten adalah
satuan organisasi di lingkungan departemen
yang melaksanakan
tugas dan kewenanngan di bidang paten.
2. Ketentuan Pasal 3
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 3
(1) Suatu penemuan
dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan
paten penemuan tersebut
tidak lama atau tidak merupakan bagian dari
penemuan terdahulu.
(2) Penemuan terdahulu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
penemuan yang pada saat
atau sebelum:
a. tanggal pengajuan
permintaan paten, atau
b. tanggal penerimaan
permintaan paten dengan hak prioritas apabila
permintaan paten diajukan dengan hak
prioritas, telah diumumkan di
Indonesia atau di
luar Indonesia dalam suatu tulisan yang
memungkinkan seorang
ahli untuk melaksanakan penernuan tersebut,
atau telah diumumkan
di Indonesia dengan penguraian lisan atau
melalui peragaan
penggunaannya atau dengan cara lain yang
memungkinkan seorang
ahli untuk melaksanakan penernuan tersebut."
3. Ketentuan Pasal 4
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi
scbagai berikut:
"Pasal 4
(1) Suatu penernuan tidak
dianggap telah diumumkan jika dalam jangka
waktu paling lama 6
(enam) bulan sebelum permintaan paten diajukan:
a. penernuan itu telah
dipertunjukkan dalam suatu pameran
internasional di Indonesia atau di luar
negeri yang resmi atau
diakui sebagai resmi
atau dalam suatu pameran nasional di
Indonesia yang resmi
atau diakui sebagai resmi;
b. penemuan itu telah
digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam
rangka percobaan
dengan tujuan penelitian dan pengembangan.
(2) Penemuan juga tidak
dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka
waktu 12 (dua belas)
bulan sebelum permintaan paten diajukan, ternyata
ada orang lain yang
mengumumkan dengan cara mclanggar kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan
penemuan yang bersangkutan."
4. Ketentuan Pasal 6
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 6
(1) Setiap penemuan
berupa produk atau proses yang baru dan memiliki
kualitas penernuan yang
sederhana tetapi mempunyai nilai kegunaan
praktis disebabkan karena
bentuk, konfigurasi, konstruksi atau
komponennya dapat
memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten
Sederhana.
(2) Syarat kebaruan pada
penemuan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)
adalah terbatas bagi
penemuan sederhana yang dilakukan di Indonesia."
5. Ketentuan Pasal 7
diubah dengan menghapus ketentuan huruf b dan
huruf c, sehingga
keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 7
Paten tidak diberikan
untuk:
a. penemuan tentang
proses atau hasil produksi yang pengumuman dan
penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. dihapus;
c. dihapus;
d. penemuan tentang
metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan
pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi
tidak menjangkau
produk apapun yang digunakan atau berkaitan
dengan metode
tersebut;
e. penernuan tentang
teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
matematika."
6. Ketentuan Pasal 9 ayat
(1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 9
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 9
(1) Paten diberikan untuk
jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun
terhitung sejak tanggal
penerimaan permintaan paten.
(2) Tanggal mulai dan
berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam
Daftar Umum Paten dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten."
7. Ketentuan Pasal 10
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 10
Paten sederhana diberikan
untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak tanggal
diberikannya Surat Paten Scderhana."
8. Ketentuan Pasal 17
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 17 berbunyi
sebagai beriku:
"Pasal 17
(1) Pemegang Paten
memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang
dimilikinya, dan melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal paten
produk: membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, memakai,
rnenyediakan untuk dijual atau disewakan
atau diserahkan hasil
produksi yang diberi paten;
b. dalam hal paten
proses: menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam huruf
a.
(2) Dalam hal paten
proses, larangan terhadap orang lain yang tanpa
persetujuannya melakukan
impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya berlaku terhadap
impor produk yang semata-mata dihasilkan dari
penggunaan paten proses
yang bersangkutan.
9.Ketentuan Pasal 18
diubah dengan menambahkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (2) dan
ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 18
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 18
(1) Pemegang Paten wajib
melaksanakan patennya di wilayah Negara
Republik Indonesia.
(2) Dikecualikan dari
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (i)
apabila pelaksanaan paten
tersebut secara ekonomi hanya layak bila
dibuat dengan skala
regional.
(3) Pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat
disetujui Kantor Paten
apabila diajukan permintaan tertulis oleh
Pemegang Paten dengan
disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan
oleh instansi yang
berwenang.
(4) Syarat-syarat
mengenai pengecualian dan tata cara pengajuan
permintaan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerinlah."
10. Ketentuan Pasal 21
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 21
Dalam hal suatu produk
impor ke Indonesia dan proses untuk mebuat
produk yang bersangkutan
telah dilindungi paten berdasarkan
Undang-undang ini, maka
Pemegang Paten proses yang bersangkutan berhak
atas dasar ketentuan Pasal 17 ayat (2)
melakukan upaya hukum terhadap
produk yang diimpor
tersebut, apabila produk tersebut dibuat di
Indonesia dengan
menggunakan proscs yang dilindungi paten."
11. Ketentuan Pasal 22
dihapus.
12. Ketentuan Pasal 33
ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 33
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 33
(1) Permintaan paten
dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat
permintaan paten oleh
Kantor Paten, setelah diselesaikannya pembayaran
biaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Tanggal penerimaan
permintaan paten adalah tanggal pada saat
Kantor Paten menerima
surat permintaan paten yang telah memenuhi
syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30.
(3) Tanggal penerimaan
surat permintaan paten dicatat secara khusus
oleh Kantor Paten."
13. Ketentuan Pasal 39
ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 39
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 39
(1) Permintaan paten
dapat diubah dengan cara menambah atau mengurangi
jumlah klaim dengan
ketentuan bahwa perubahan ttrsebut tidak boleh
menambahkan hal yang baru
sehingga memperluas lingkup penemuan yang
telah diajukan dalam
permintaan semula.
(2) Perubahan permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap
diajukan pada tanggal
yang sama dengan permintaan semula."
14. Ketentuan Pasal 40
ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 40
(1) Perubahan permintaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasai 39 dapat
diajukan secara terpisah
dalam satu permintaan atau lebih tetapi
dengan ketentuan bahwa
lingkup perlindungan yang dimintakan dalam
setiap permintaan
tersebut tidak boleh menambahkan hal yang baru
sehingga memperluas
lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam
permintaan semula.
(2) Dalam hal perubahan
tersebut berupa pemecahan permintaan
sebagaimana dimaksud
dalant ayat (1), permintaan tersebut dianggap
diajukan pada tanggal
yang sama dengan tanggal pengajuan permintaan
semula."
15. Ketcntuan Pasal 42
dihapus.
16. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
17. Ketentuan Pasal 44
dihapus.
18. Ketentuan Pasal 47
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 47
(1) Kantor Paten
mengumumkan permintaan paten yang telah mcmenuhi
ketentuan Pasal 29 dan
Pasal 30 serta permintaan tidak ditarik
kembali.
(2) Pengumuman dilakukan:
a. 18 (delapan belas)
bulan setelah tanggal permintaan paten; atau
b. 18 (dclapan bclas)
bulan sctelah tanggal permintaan paten yang
pertama kali apabila
permintaan paten diajukan dengan hak
prioritas."
19. Kctentuan Pasal 49
huruf b dihapus dan ditambahkan dua ketentuan
baru yang dijadikan huruf
f dan g, sehinggga keseluruhan Pasal 49
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 49
Pengumuman dilakukan
dengan mencantumkan:
a. nama dan alamat
lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan
kuasa apabila
permintaan diajukan melalui kuasa;
b. dihapus;
c. judul penemuan;
d. tanggal pengajuan
permintaan paten atau dalam hal permintaan paten
dengan hak prioritas:
tanggal, nomor dan negara di mana permintaan
paten yang pertama
kali diajukan;
e. abstrak;
f. klasifikasi penemuan;
g. gambar, jika
ada."
20. Ketentuan Pasal 56
diubah, dengan menambah ketentuan baru yang
dijadikan ayat (4),
sehingga keseluruhan Pasal 56 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 56
(1) Permintaan untuk
dilakukannya pemeriksaan substantif harus
diajukan paling lambat
dalam waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
tanggal penerimaan
permintaan paten; tetapi tidak lebih awal dari
tanggal berakhirnya
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.
(2) Apabila permintaan
pemeriksaan tidak dilakukan setelah batas waktu
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) lewat, atau biaya untuk itu tidak
dibayar, permintaan paten
dianggap telah ditarik kembali.
(3) Kantor paten memberitahukan
secara terlulis anggapan mengenai
ditariknya kembali
permintaan paten tersebut kepada orang yang
mengajukan permintaan
paten, dengan tembusan kepada penemu atau yang
berhak atas penemuan
apabila permintaan paten diajukan oleh kuasanya.
(4) Pemeriksaan
substanlif yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) baru
dilaksanakan Kantor Paten setelah berakhirnya masa
pengumuman
tersebut."
21. Ketentuan Pasal 58
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 58
(1) Untuk keperluan
pemeriksaan substantif, Kantor Paten dapat meminta
bantuan ahli dan atau
menggunakan fasilitas yang diperlukan kepada
instansi Pemerintah
lainnya atau Pemeriksa Paten pada Kantor Paten
lain.
(2) Penggunaan bantuan
ahli atau fasilitas atau Pemeriksa paten pada
Kantor Paten lain
sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) tetap dilakukan
dengan memperhatikan
ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan penemuan yang
dimintakan paten."
22. Ketentuan Pasal 59
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 59 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 59
(1) Pemeriksaan substantif
dilaksanakan oleh Perneriksa Paten
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 5.
(2) Pemeriksa Paten pada
Kantor Paten berkedudukan sebagai pejabat
fungsional yang diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri berdasarkan
syarat-syarat tertentu.
(3) Kepada Pemeriksa
Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diberikan jenjang dan
tunjangan fungsional di samping hak lainnya
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku."
23. Ketentuan Pasal 60
ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 60
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 60
(1) Dalam hal Pemeriksa
Paten melaporkan bahwa penemuan yang
dimintakan paten ternyata
mengandung ketidakjelasan atau kekurangan
lain yang dinilai penting,
Kantor Paten memberitahiikan secara
tertulis hasil
pemeriksaan tersebut kepada orang yang mengajukan
permintaan paten.
(2) Pemberitahuan hasil
pemeriksaan harus secara jelas dan rinci
mencantumkan hal yang
dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan
atau referensi yang
digunakan dalam pemeriksaan berikut jangka waktu
penemuannya.
(3) Apabila setelah
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
orang yang mengajukan
permintaan paten tidak memberikan penjelasan
atau memenuhi kekurangan
termasuk melakukan perbaikan atau perubahan
terhadap permintaan yang
telah diajukannya dalam waktu yang
ditentukan, Kantor Paten
menolak permintaan paten tersebut."
24. Ketentuan Pasal 61
diubah, sshingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 61
Kantor Paten berkewajiban
memberikan keputusan untuk menyettujui
permintaan paten dan
dengan demikian memberi paten, atau menolaknya,
dalam waktu
selambat-lambatnya 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya
surat permintaan pemeriksaan substantif."
25. Ketentuan Pasal 62
ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 62
(1) Apabila hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Paten
menunjukkan bahwa
penemuan yang dimintakan paten tidak memenuhi
ketentuan Pasal 2,
Pasa13, Pasal 5, Pasa130 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 39, dan Pasal 60,
atau merupakan penemuan yang dikecualikan
berdasarkan ketentuan
Pasal 7, Kantor Paten harus menolak permintaan
paten tersebut dan
memberitahukannya secara tertulis kepada orang yang
mcngajukan permintaan
paten.
(2) Dalam hal permintaan
paten diajukan oleh kuasa, maka salinan surat
pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan pula
kepada penemu atau yang
berhak atas penemuan tcrsebut.
(3) Surat Pemberitahuan
yang berisikan penolakan permintaan paten
harus dengan jelas
mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang
menjadi dasar
penolakan."
26. Ketentuan Pasal 63
dihapus.
27. Ketentuan Pasal 71
ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 71
berbunyi sebagai bcrikut:
"Pasal 71
(1) Permintaan banding
mulai diperiksa oleh Komisi Banding Paten
selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan
banding.
(2) Keputusan Komisi
Banding Paten bersifat final.
(3) Dalam hal Komisi
Banding Paten menerima permintaan banding, Kantor
paten mcmberikan Surat
Paten sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.
(4) Apabila Komisi
Banding Paten menolak permintaan banding, Kantor
Paten segera
memberitahukan penolakan tersebut."
28. Ketentuan Pasal 79
diubah dengan menyiapkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (1 a),
sehingga keseluruhan Pasal 79 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 79
(1) Perjanjian lisensi
wajib dicatatkan pada Kantor Paten dan dimuat
dalam Daftar Umum Paten
dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(1a) Dalam hal perjanjian
liscnsi tidak dicatatkan di Kantor Paten
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut
tidak mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga.
(2) Syarat dan tata cara
pencatatan perjanjian lisensi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah."
29. Ketentuan Pasal 82
diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (2a),
sehingga keseluruhan Pasal 82 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 82
(1) Setiap orang setelah
lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan
terhitung sejak tanggal
pemberian paten, dapat mengajukan permintaan
Lisensi Wajib kepada
pengadilan negeri untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan.
(2) Permintaan Lisensi
Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan dengan
alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak
dilaksanakan di Indonesia
oleh Pemegang Paten padahal kesempatan untuk
melaksanakannya secara
komersial sepatutnya ditempuh.
(3) Permintaan Lisensi
Wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah
paten diberikan atas
dasar alasan bahwa paten telah dilaksanakan oleh
Pemegang Paten atau
Pemegang Lisensinya dalam bentuk dan dengan araa
yang merugikan
kepentingan masyarakat.
Dengar memperhatikan
kemampuan dan perkembangan keadaan, Pemerintah
dapat menetapkan bahwa
pada tahap awal pelaksanaan Undang-undang ini
permintaan Lisensi Wajib,
diajukan kepada pengadilan negeri tertentu."
30. Ketentuan Pasal 83
ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 83
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 83
(1) Selain kebenaran
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat
(2), Lisensi Wajib hanya
dapat diberikan apabila:
a. orang yang mengajukan
permintaan tersebut dapat mengajukan bukti
yang meyakinkan bahwa ia:
1. mempunyai kemampuan
untuk melaksanakan sendiri paten yang
bersangkutan secara
penuh.
2. mempunyai sendiri
fasilitas untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan
secepatnya.
3. telah berusaha
mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang
cukup untuk
mendapatkan lisensi dari Pemegang Paten atas dasar
persyaratan dan
kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh hasil.
b. pengadilan negeri
berpendapat bahwa paten tersebut dapat
dilaksanakan di Indonesia
dalam skala ekonomi yang layak dan dapat
memberi kemanfaatan
kepada.sebagian besar masyarakat.
(2) Pemcriksaan atas
permintaan Lisensi Wajib dilakukan oleh
pengadilan negeri dalam
suatu persidangan dengan mendengarkan pula
pendapat ahli dari Kantor Paten dan Pemegang
Paten yang bersangkutan.
(3) Lisersi Wajib
diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama
dari jangka waktu
pelaksanaan paten yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah."
31. Kctentuan Pasal 84
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 84
Apabila berdasarkan bukti
serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 pengadilan
negeri mentperoleh keyakinan bahwa jangka waktu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 belum cukup bagi Pemegang Paten
untuk melaksanakannya
secara komersial di Indonesia, atau dalam
lingkup wilayah
scbagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
pengadilan negeri dapat
menetapkan penundaan untuk sementara waktu
proses persidangan
tersebut atau menolaknya."
32. Ketentuan Pasal 86
diubah dengan menambahkan dua ketentuan baru
yang dijadikan huruf a
dan huruf g, sehingga keseluruhan Pasal 86
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 86
Dalam putusan pengadilan
negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib
dicantumkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Lisensi Wajib
bersifat non-ekskusif;
b. alasan pemberian
Lisensi Wajib;
c. bukti termasuk
keterangan alau penjelasan yang diyakini untuk
dijadikan dasar
pemberian Lisensi Wajib;
d. jangka waktu Lisensi
Wajib;
e. besarnya royalti yang
harus dibayarkan Pemegang Lisensi Wajib
kepada Pemegang Paten
dan cara pembayarannya;
f. syarat berakhirnya
Lisensi Wajib dan hal yang dapat
membatalkannya;
g. Lisensi Wajib
semala-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
di dalam negeri;
h. lain-lain yang
diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak
yang bersangkutan secara adil."
33. Ketentuan Pasal 88
diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (2a),
sehingga keseluruhan Pasal 88 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 88
(1) Lisensi Wajib dapat
pula sewaklu-waktu dimintakan oleh Pemegang
Paten atas dasar alasan
bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa melanggar
paten lainnya yang telah ada.
(2) Permintaan Lisensi
Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dipertimbangkan
apabila paten yang akan dilaksanakan benar-benar
mengandung unsur
pembaharuan teknologi yang nyata-nyata Iebih maju
daripada paten yang telah
ada tersebut.
(2a) Dalam hal Lisensi
Wajib diajukan atas dasar alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) maka:
a. pemegang Paten berhak
untuk saling memberikan Lisensi untuk
menggunakan paten
pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang
wajar.
b. penggunaan paten oleh
Pernegang Lisensi tidak dapai dialihkan
kecuali bila
dialihkan bersama-sarna dengan paten lainnya.
(3) Ketentuan mengenai
pengajuan perminlaan kepada pengadilan negeri,
pcmbayaran royalti, isi
putusan pengadilan, pendaftaran dan
pencatatan, serta jangka
waktu atau pembatalan Lisensi Wajib yang
diatur dalam Bagian
Ketiga Bab ini berlaku pula dalam hal permintaan
Lisensi Wajib sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
kecuali ketentuan
mengenai jangka waktu pengajuan permintaan
sebagaimana diatur dalam
Pasal 82 ayat (1)."
34. Ketentuan Pasal 89
ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 89
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 89
Atas permintaan Pemegang
Paten, pengadilan negeri dapat membatalkan
Lisensi Wajib yang semula
diberikannya apabila:
a. alasan yang dijadikan
dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada
lagi;
b. Penerima Lisensi
Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib
tersebut atau tidak
melakukan usaha persiapan yang sepantasnya
untuk scgera
melaksanakannya;
c. Penerima Lisensi
Wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan
lainnya termasuk
kewajiban pembayaran royalti yang ditetapkan
dalam pemberian
Lisensi Wajib.
(2) Dalam hal pengadilan
negcri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib,
selambat-lambatnya 14
(empat betas) hari sejak tanggal putusan
pengadilan negeri wajib
menyampaikan salinan putusan tersebut kepada
Kantor Paten untuk
dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam
Berita Resmi Paten.
(3) kantor Paten wajib
memberitahukan pencatatan dan pengumuman
putusan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada
Pemegang Paten, Pemegang
Lisensi Wajib yang dibatalkan dan pengadilan
negeri yang memutuskan
pembatalan tcrsebut selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari sejak
kantor paten menerima salinan putusan
pengadilan negeri
tersebut."
35. Ketentuan Pasal 92
ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 92
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 92
(1) Lisensi Wajib tidak
dapat dialihkan kecuali jika dilakukan
bersamaan dengan
pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang
menggunakan paten yang
bersangkutan atau karena pewarisan.
(2) Lisensi Wajib yang
beralih karena pewarisan tetap terikat oleh
syarat pemberiannya dan
ketentuan lainnya terutama mengenai jangka
waktu dan harus
dilaporkan kepada Kantor Paten untuk dicatat dan
dimuat dalam Daftar Umum
Paten."
36. Ketentuan Pasal 94
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 94
Paten dinyatakan batal
demi hukum oleh Kantor Paten apabila Pemegang
Paten tidak memenuhi
kewajibannya membayar biaya tahunan dalam jangka
waktu yang ditentukan
dalam Undang-undang ini."
37. Ketentuan Pasal 97
ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 97
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 97
(1) Gugatan pembatalan
paten dapat dilakukan dalam hal:
a. menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 7,
paten terebut
seharusnya tidak diberikan;
b. paten tersebut sama
dengan paten lain yang telah diberikan kepada
orang lain untuk
penemuan yang sama berdasarkan Undang-undang ini;
c. pemberian Lisensi
Wajib ternyata tidak mampu mcncegah terus
berlangsungnya
pelakanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang
merugikan kepentingan
masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sejak tanggal
pemberian Lisensi Wajib yang bersangkutan atau
tanggal pcmberian
Lisensi Wajib yang pertama dalam hal diberikan
beberapa Lisensi
Wajib.
(2) Gugatan pembatalan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a diajukan
pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui
Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.
(3) Gugatan pembatalan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b dapa!
diajukan Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi kepada
Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat agar paten lain yang sama dengan
patennya dibatalkan.
(4) Gugatan pembatalan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf c dapat
diajukan oleh Penuntut Umum kepada Pemegang Paten
atau Pemegang Lisensi
Wajib melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."
38. Ketentuan Pasal 102
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 102
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 102
(1) Pemegang Lisensi dari
paten yang dibatalkan karena alasan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasa197 ayat (1) huruf b tetap berhak
melaksanakan lisensi yang
dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian lisensi.
(2) Pemegang Lisensi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi
wajib meneruskan
pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib
dilakukannya kepada
Pemegang Paten yang patennya dibatalkan, tetapi
wajib mambayar royalti
untuk sisa jangka lisensi yang dimilikinya
kepada Pemegang Paten
yang sebenarnya berhak.
(3) Dalam hal Pemegang
Paten terlebih dahulu menerima secara sekaligus
royalti dari pemegang
Paten tersebut berkewajiban menyelesaikan jumlah
royalti yang sebanding
dengan sisa jangka waktu penggunaan lisensi
kepada Pemegang Paten
yang sebenarnya berhak."
39. Ketentuan Pasal 110
diubah dengan menambahkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (3),
sehingga kcscluruhan Pasal 110 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 110
(1) Paten Sederhana hanya
diberikan untuk satu klaim.
(2) . Terhadap permintaan
Paten Sederhana langsung dilakukan
pemeriksaan yang bersifat
substantif.
(3) Dalam melakukan
pemeriksaan substantif, Kantor paten hanya
memeriksa syarat kebaruan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2):"
40.Ketentuan Pasal 112
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 112 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 112
(1) Jangka waktu Paten
Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
tidak dapat diperpanjang.
(2) Untuk Paten Sederhana
tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib."
41. Ketentuan Pasal 114
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 114
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 114
(1) Untuk setiap
pengajuan permintaan paten, permintaan pemeriksaan
substantif, Surat
Keterangan Pemakai Terdahulu, petikan Daftar Umum
Paten dan salinan Surat
Paten, salinan Dokumen Paten, pencatatan
pengadilan paten,
pencatatan Surat Perjanjian Lisensi, pendaftaran
Lisensi Wajib, serta lain-lainya
yang ditentukan dalam Undang-undang
ini, wajib membayar biaya
yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
(2) Ketenluan lebih
lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu dan tata
cara pembayaran biaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan
Menteri."
42. Ketentuan Pasal 116
ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 116
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 116
(1) Apabila selama 3
(tiga) tahun berturut-turut Pemegang Paten tidak
membayar biaya tahunan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal
115, maka paten
dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal
yang menjadi akhir batas
waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang
ketiga tersebut.
(2) Apabila tidak
dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan
tersebut berkaitan dengan
kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk
tahun kedelapan belas dan
tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap
berakhir pada akhir batas
waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan
untuk tahun yang
kedelapan belas tersebut
(3) Berakhirnya jangka
waktu paten karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dicatat
dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam
Berita Resmi Paten."
43. Judul Bab XI menjadi
"Hak Menggugat" dan ketentuan Pasal 121
diubah dengan menyisipkan
ketentuan baru yang dijadikan ayat (1a),
sehingga judul Bab XI dan
keseluruhan Pasal 121 berbunyi sebagai
berikut:
"BAB XI
HAK MENGGUGAT"
"Pasal 121
(1) Jika suatu paten
diberikan kepada orang lain selain daripada orang
yang berdasarkan Pasal
11, Pasal 12, dan Pasal 13 berhak atas paten
tersebut, maka orang yang
berhak atas paten tersebut dapat menggugat
ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat supaya paten yang bersangkutan
berikut hak-hak yang melekat
pada paten tersebut diserahkan kepadanya
untuk seluruhnya atau
untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.
(1a) Hak menggugat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku surut
sejak tanggal penerimaan
permintaan paten.
(2) Salinan putusan alas
gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat segera disampaikan
kepada kantor paten untuk
selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten
dan diumumkan dalam
Berita Resmi Paten."
44. Ketentuan Pasal 122
diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (1a) dan
mengubah ayat (2) sehingga keseluruhan Pasal
122 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 122
(1) Pemegang Paten atau
Pemegang Lisensi berhak menggugat ganti rugi
melalui pengadilan negeri
setempat, kepada siapa pun, yang dengan
sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 terhadap haknya.
(1a) Pengadilan negeri
dapat menolak gugatan ganti rugi termasuk
penggantian terhadap
keuntungan yang seharusnya diperoleh, apabila
tergugat dapat
membuktikan bahwa ia tidak mengetahui atau memiliki
alasan kuat tentang
ketidaktahuannya bahwa ia telah melanggar paten
milik orang lain yang
dilindungi di Indonesia.
(2) Gugatan ganti rugi
yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97
ayat (1) huruf b hanya dapat diterima apabila
hasil produksi itu
terbukti dibuat dengan menggunakan penemuan yang
telah diberi paten
tersebut.
(3) Putusan pengadilan
negeri tentang gugatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (1a)
dan ayat (2) o1eh panitera pengadilan negeri
yang bersangkutan segera
disampaikan kepada Kantor Paten untuk
selanjutnya dicatat dalam
Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
Resmi Paten."
45. Di antara Pasal 123
dan Pasal 124 disisipkan Pasal 123A, sebagai
berikut:
"Pasal 123A
(1) Dalam pemeriksaan perkara
pelanggaran terhadap proses yang
dipatenkan, kewajiban
pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan
dengan menggunakan proses
yang dipatenkan tersebut, dibebankan kepada
pihak yang diduga
melakukan pelanggaran apabila:
a. produk yang dihasilkan
melalui proses yang dipatenkan tersebut
merupakan produk
baru;
b. terdapat kemungkinan
bahwa produk tersebut dihasilkan dari proses
yang dipatenkan; dan
c. sekalipun telah
dilakukan upaya yang cukup untuk itu Pemegang
Paten tidak dapat
menentukan proses apa yang digunakan untuk
menghasilkan produk
yang diduga merupakan hasil pelanggaran.
(2) Untuk kepentingan
pembuktian dalam perkara pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
hakim berwenang:
a. memerintahkan pemilik
paten untuk terlebih dahulu menyampaikan
salinan surat paten
bagi proses yang bersangkutan, dan bukti awal
yang memperkuat
dugaannya tentang pelanggaran atas paten yang
dimilikinya; dan
b. memerintahkan pihak
yang diduga melakukan pelanggaran untuk
membuktikan bahwa
produk yang dihasilkan tersebut tidak
menggunakan proses
yang dipatenkan.
(3) Dalam pemeriksaan
perkara pelanggaran paten sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat
(2), hakim wajib mempertimbangkan kepentingan
pihak yang diduga
melakukan pelanggaran untuk memperoleh perlindungan
terhadap kerahasiaan
proses yang telah diuraikannya dalam rangka
pembuktian di
persidangan."
46. Di antara Pasal 128
dan Pasal 129 disisipkan Pasal 128A, sebagai
berikut:
"Pasal 128A
Dalam hal terbukti adanya
pelanggaran paten, maka hakim dapat
memerintahkan agar
barang-barang hasil pelanggaran paten tersebut
dirampas untuk negara guna
dimusnahkan."
47. Ketentuan Pasal 130
ayat (2) diubah dan ayat (3) dipecah menjadi
ayat (3) baru ayat (4),
sehingga keseluruhan Pasal 130 berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 130
(1) Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga
Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi pembinaan paten, diberi
wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang paten.
(2) Penyidik Pejabat
Pegawai Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan
alas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan
tindak pidana di bidang paten;
b. melakukan pemeriksaan
terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan pidana di
bidang paten;
c. meminta kcterangan
dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana di bidang paten;
d. melakukan pemeriksaan
atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain
berkenaan dengan
tirdak pidana di bidang paten;
e. melakukan pemeriksaan
di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan
terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
paten; dan
f. meminta bantuan ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di
bidang paten.
(3) Penyidik Pejabat
Pegawai Negcri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil
ppnyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia dengan mengingat
ketentuan Pasal 107
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana."
Pasal II
(1) Terhitung mulai
tanggal berlakunya Undang-undang ini, paten dan
Paten Sederhana yang
telah diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 6
Tabun 1989 tentang Paten
dinyatakan berlaku untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun dan
terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten
dan 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak tanggal pemberian Paten
Sederhana tersebut.
(2) Terhadap permintaan
paten dan Paten Sederhana yang telah diajukan
berdasarkan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang paten yang belum
memperoleh keputusan
Kantor Paten, apabila diberikan paten, maka
jangka waktu perlindungan
diberikan selama 20 (dua puluh) tahun
terhitung scjak tanggal
penerimaan permintaan paten dan 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak
tanggal pemberian Paten Sederhana tersebut.
(3) Pelaksanaan
penyesuaian jangka waltu 20 (dua puluh) tahun bagi
paten sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan pada saat
pembayaran biaya tahunan
untuk paten yang bersangkutan dengan bentuk
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal III
Undang-undang ini muiai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1997
Refrensi:
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_1997.txt
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar