Minggu, 11 Mei 2014

BAB 6 UU PERINDUSTRIAN

GUNADARMA University www.gunadarma.ac.id


6.1       Latar Belakang UU Perindustrian
            Hak milik perindustrian (industrial property right) merupakan bagian dari hak milik intelektual (intellectual property right). Termasuk kedalam hak milik industrial ini adalah hak paten, hak merek, hak desain produk, dan lain-lain.
Hak paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si penemu (uitvinder) atau menurut hokum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaannya yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industry.
            Temuan baru, eprbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru atau menemukan suatu perbaikan baru cara kerja, harus mengundang langkah inventif (inventive step), yaitu langkah pemikiran kreatif yang lebih maju dari hasil penemuan sebelumnya.
Unsure industry mendapat tempat yang penting. Temuan-temuan itu harus dapat diterapkan dalam bidang industry. Apabila itu ndustri otomotif, industry tekstil, industry parawisata, industry pertanian, industry makanan dan minuman, dan lain-lain.
Sebelum melihat lebih jauh tentang paten ini, ada baiknya kita  lihat dulu rumusan paten dalam hokum positif Indonesia. Paten dalam Undang-Undang Paten No. 6/1989 dirumuskan sebagai berikut:
1:         Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
2:         Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.
Kata “hasil penemuan” dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 6/1989 tersebut adalah merupakan pilihan kata yang keliru. Pemakaian kata “hasil penemuan” menyebabkan temuan itu menjadi benda nyata (benda berwujud). Lihatlah hasil temuan teknologi dalam bidang pesawat terbang, hasilnya adalah pesawat dengan berbagai tipe.
Demikian juga dengan hasil temuan teknologi dalam bidang industry alat-alat rumah tangga yang menghasilkan sendok, garpu, piring, dll, yang menunjukkan benda materil. Padahal yang dimaskud oleh pembuat undang-undang adalah haknya, yaitu berupa ide yang lahir dari penemuan tersebut. Jadi bukan bendanya. Oleh karena itu jika yang dimaskud adalah idenya maka pelaksanaan dari ide itu yang kemudian menghasilkan bentuk benda materil. Ide itu sendiri adlah benda materil yang lahir dari proses intelektual manusia.
            Dapat disimpulkan bahwa hak paten diberikan bagi penemuan dalam bidang teknologi dan teknologi yang dimaksud pada dasarnya adalah berupa ide (immaterial) yang diterapkan dalam proses industry.
Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia. karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu, dan biaya, maka teknologi memiliki nilai atau sesuatu yang bernilai ekonomi, yang dapat menjadi objek harta kekayaan (property). Dalam ilmu hokum yang secara luas dianut oleh bangsa-bangsa lain, hak atas daya piker intelektual terseut diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti ini yang dikenal sebagao hak Paten.

6.2       UU No. 5 Tahun 1984
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.     Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2.     Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3.     Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4.     Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5.     Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6.     Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7.     Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8.     Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
9.     Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10.   Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11.   Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12.   Teknologi industri adalah cara proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13.   Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14.   Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseturuhan atau bagian-bagiannya.
15.   Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16.   Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17.   Standarisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18.   Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.

BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian hngkungan hidup.

Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk:
1.    meningkatkan kemakmuran dan keseiahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2.    meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nitai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3.    meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4.    meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5.    memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6.    meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7.    mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8.    menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pasal 4
(1)   Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5
(1)   Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan keterampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2)   Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industii kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3)   Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.

BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1.     mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2.     mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3.     mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.

Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan:
1.     Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2.     Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan.dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3.     Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industii dalam negeri pada khususnya;
4.     Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.

Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1.     keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional:
2.     keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebib besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3.     pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.

Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.

Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.

BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI

Pasal 13
(1)   Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2)   Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri.
(3)   Kewajiban memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4)   Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
(1)   Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan infonnasi industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2)   Kewajiban untuk menyampaikan informasi industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3)   Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informasi industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1)   Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2)   Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(3)   Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4)   Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN
DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI.

Pasal 16
(1)   Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2)   Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3)   Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah,

Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuanketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.


BAB VII
WILAYAH INDUSTRI

Pasal 20
(1)   Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 21
(1)   Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan Hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2)   Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap Ungkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3)    Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.


BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI

Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, ditakukan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 24
(1)   Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,- (dua puluh limajuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2)   Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,- (satujuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.

Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah).

Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut izin Usaha Industrinya.

Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2)   Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbutan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Pasal 28
(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak hertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementeeringsordonnantie 1934 (Staatsbiad 1934 Nomor 595) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.

Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1984 NOMOR 22





Refrensi:
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://bplhd.jakarta.go.id/peraturan/uu/UU%20RI%20NO%2005%20TAHUN%201984.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar